Film

‘Bumi Itu Bulat’ Bersatu dalam Perbedaan, Tayang Perdana 11 April

Perbedaan itu ibarat rujak, yang terdiri berbagai buah dengan perbedaan rasa yang menyegarkan.

JAKARTA, DIFANEWS.com — Pemilihan Presiden 2019-2024 yang hanya diikuti dua kandidat, #01 dan #02, memunculkan perbedaan yang bersilangan, antara merah dan putih, akhlak mulia dan budi luhur, nasionalis dan islamis.

Pemahaman yang hitam-putih membuat masing-masing pendukung saling serang hingga menimbulkan ancaman disintegrasi-intoleransi. Padalah Indonesia memiliki dasar negara, Pancasila, yang digagas oleh pendiri bangsa untuk mempersatukan perbedaaan yang ada di masyarakat di seluruh Nusantara.

Begitu pun perbedaan pemikiran bahwa Bumi itu Datar atau Bumi itu Bulat’, menjadi perdebatan sengit. Masing-masing mempertahankan pendapat, bagi yang meyakini teori Bumi itu Datar membuat jarak kepada pihak yang bersebrangan.

Film ‘Bumi Itu Bulat’ yang mulai ditayangkan 11 April, sepekan sebelum Pemilihan Presiden 17 April 2019 akan menjadi penyejuk dari kegaduhan perhelatan pesta demokrasi per lima tahunan ini.

Robert Ronny selaku inisiator, penulis cerita, dan produser mengatakan alasan membuat film ini, “Saya tumbuh dewasa di lingkungan yang sangat menjemuk, dimana Bhineka Tunggal Ika bukanlah slogan kosong tapi kenyataan kehidupan sehari-hari. Saya merasa resah karena beberapa tahun terakhir ini, intoleransi meningkat dan perbedaan yang ada untuk membeci dan menimbulkan konflik.”

Dalam film ‘Bumi Itu Bulat’ perbedaan itu ibarat rujak, yang terdiri berbagai buah dengan perbedaan rasa yang menyegarkan. Group musik acapella yang bernama Rujak Acapella digagas Rahabi (Rayn Wijaya) mengajak teman-teman berlatar belakang berbeda. Hitu (Aldy Rialdy) muslim dari Ambon yang bercita-cita menjadi Banser (Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama), Markus (Kenny Austin) seorang keturunan Tionghoa Kristen, Sayid (Qausar Harta Yudana) seorang muslim Muhammadiyah yang ingin menjadi novelis dan Tiara (Rania Putrisari) seorang gadis yang mencintai Rahabi.

Dari kelima anak milenial yang berambisi merilis album Acapella Rujak ini, cerita film ‘Bumi Itu Bulat’ mulai bergulir. Mereka datang menghibur anak-anak yang berada di kamp pengungsian, yang dibangun oleh GP Ansor. Konflik pun mulai terbangun, saat Rahabi melihat ayahnya, Syaiful (Mathias Muchus) sibuk mengurus organisasi milisi Islam, sehingga lupa bertanggung jawab terhadap anak-anak dan keluraganya. 

Grup musik Rujak Acapella terbuka untuk rekaman dan produser Aldi (Arie Kriting-Satriaddin Maharinga Djongki) meminta syarat agar Aisha (Febby Rastanty) yang mantan penyanyi terkenal dan sekarang sudah berhenti menyanyi, karena sudah hijrah, itu dimasukkan ke dalam group acapella.

Kehadiran Aisha di tengah keberagaman group Rujak Acapella menimbulkan konfilk dan perdebatan yang seru, tentang isu-isu toleransi yang terjadi di sekitar pergaulan anak-anak milenial, yang akrab dengan media sosial, informasi disintegrasi bertebaran tak kendali dan berberkelindan, simpang siur. Jika tidak dipahami secara jernih bisa menimbulkan kesalahpahaman. Apalagi ada provokator, pihak luar yang ikut bermain di dalamnya, semakin memperkeruh nuansa persahabatan yang sudah terbangun.

Film  ‘Bumi Itu Bulat’ garapan rumah produksi Inspiration Pictures yang berasosiasi dengan Ideosource Intertainment, Astro Shor dan GP Ansor mencoba mengangkat  nilai-nilai toleransi terhadap umat beragama, kisah cinta pertemanan di antara anak muda, hubungan orang tua dengan anak, dikemas menjadi tontonan mangasyikan pada situasi iklim politik yang sedang hiruk pikuk seperti sekarang ini. 

Film  ‘Bumi Itu Bulat’ mengusik kesadaran kita untuk memahami perbedaan, bahwa Berbeda untuk Saling Melengkapi. Bersatu dalam Perbedaan. Yang Bukan Saudaramu dalam Iman adalah Saudaramu dalam Kemanusiaan. Perbedaan bukan untuk Melupakan Kesamaan Kita Sebagai Manusia. Berteman bukan Berarti Sama, Berbeda bukan Berarti Bermusuhan.

Film  ‘Bumi Itu Bulat’ disutradarai oleh Ron Widodo didukung aktris papan atas, Chistine Hakim dan Ria Irawan. Keduanya membuat bobot film ini layak ditonton oleh generasi milenial yang gagap dengan gempitanya perbedaaan pendapat toleransi beragama dan berbangsa. (EQ)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button