Chairil Gibran Ramadhan Sukses Luncurkan Buku ‘Gedong Bitjara’ Seri Kedua
Chairil Gibran Ramadhan, salah satu sastrawan dan budayan Betawi kembali meluncurkan buku barunya.

JAKARTA, DIFANEWS.com — Peluncuran buku sastrawan dan budayawan Betawi, Chairil Gibran Ramadhan, ‘Gedong Bicara: Setangkle Puisi Sejarah & Budaya – Betawi, Batavia, Jakarta’ yang digelar dalam acara ‘Ngobrol Saptu: Membawa Sastra ke Kota Tua’, berlangsung sukses, Kamis (28/2).
Acara di Ruang Teater, Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah) ini berjalan lancar berkat dukungan Museum Sejarah Jakarta, Museum Bank Mandiri, LWG DMO Kota Tua Jakarta, Arsip Nasional RI, Sahabat Budaya lndonesia, Forum Betawi Membaca, Betawi Center Foundation, Museum Orang Betawi, dan Penerbit Padasan.
Pada acara itu, tampil sebagai pembicara Ahmad Iskandar Bait (Dosen Uhamka & Penulis), Firman Haris (Pengamat Kota Tua Jakarta), dan Giyanto Subagio (Forum Sastrawan Indonesia)

Hadir antara lain Budi Trinovari (Kepala Museum Bank Mandiri), Dr. Mustari Irawan, MPA (Kepala Arsip Nasional RI), Sri Kusumawati, MA (Kepala Museum Sejarah Jakarta), Ust. Rakhmad Zailani Kiki, MA (Jakarta Islanic Center), dan tentunya pengarangnya sendiri, Chairil Gibran Ramadhan.
Acara yang dimoderatori Muhammad Sartono (Ketua Sahabat Budaya Indonesia) ini juga diramaikan dengan pembacaan puisi oleh Fanny Jonathan Poyk (Penulis), Dr. Sam Mukhtar Chaniago (Dosen FBS UNJ), dan Dr. Tuti Tarwiyah Adi (Dosen FBS UNJ)
Buku ‘Gedong Bitjara: Setangkle Puisi Sejarah & Budaya ~ Betawi, Batavia, Jakarta’ sendiri terbit pada 11 Februari melalui Penerbit Padasan. Ini merupakan buku kedua dari seri ‘Setangkle Puisi Sejarah & Budaya ~ Betawi, Batavia, Jakarta’. Isi buku diambil dari karya-karya yg ditulis dan disimpan antara 1996-2016. Seri pertama: ‘Passer Gambier’ terbit pada 22 Juni 2018 dan diluncurkan 14 Juli 2018 di Museum Bank Mandiri.
Dr Bondan Kanumoyoso dari FIB UI memuji buku hasil buah tangan CGR (Chairil Gibran Ramadhan) ini.

“Keistimewaan Gedong Bitjara adalah menguraikan sejarah Jakarta/Batavia dengan cara yang tidak biasa, yaitu menuliskannya menjadi puisi. Berbeda dengan kajian akademis yang dituntut untuk mengikuti secara ketat kaidah-kaidah dalam metodologi sejarah, puisi memiliki keluwesan untuk menyampaikan sejarah secara padat dan indah. Di tangan CGR, sejarah Jakarta dalam puisi menjadi suatu ungkapan yang tidak hanya kaya dengan data, tetapi juga penuh dengan nuansa sastra yang kaya warna,” ungkap Bondan.
“Sebagai orang yang berkutat dengan Kota Tua Jakarta selama puluhan tahun, saya salut dan tentunya berterima kasih pada sahabat saya, Bang Chairil Gibran Ramadhan, sastrawan Betawi kelahiran kampung Pondok Pinang di Jakarta Selatan ini, karena merangkum sejarah Kota Tua Jakarta dan sekitarnya dalam buku yang tak hanya indah secara isi namun juga tampilan sampul dan kemasan. Inilah buku puisi pertama yang merekam sejarah Kota Tua Jakarta pada semua titiknya, dengan tingkat cakupan yang nyaris lengkap,” komentar Firman Haris, Pengamat Kota Tua Jakarta
“Tahun 1950-an sampai 1970-an, penyair Betawi kebanyakan perempuan. Mereka yang kesohor: Susy Aminah Azis dan Tuty Alawiyah. Keduanya puteri ‘Meester’ (kini Jatinegara). Orang yang lelaki ‘biasanye’ cerpenis, ada: Firman Muntaco dan Kamal. CGR cerpenis dan penyair. Terbitnya ‘Gedong Bitjara’ menggembirakan pada era ‘cyber’, saat media cetak makin terdesak walau tak akan punah. Paling tidak shahihnya karya ‘sastra madih’ mesti melalui media cetak. Academy Swedia yang bertanggungjawab atas Hadiah Nobel masih memakai indikator media cetak. Saya sambut baik hadirnya ‘Gedong Bitjara’ karya sastrawan Betawi paling jempol setelah Ardan (1932-2006) dan Firman (1935-1993), asal kampung Pondok Pinang,” tulis Sejarawan dan Budayan Betawi Ridwan Saidi.