News

Kontrak RI-Cina Ihwal Pengadaan Whoosh Tuai Sorotan, Anggota DPR Disebut Tak Tahu Isi Kontraknya

Land Bridge membentang sepanjang 1.500 km di Arab Saudi menelan investasi 7 miliar dolar AS atau setara Rp116,3 triliun, Whoosh dengan panjang trayek 142,3km menelan biaya mencapai Rp120,6 triliun.

Proyek yang menghubungkan Jakarta-Bandung itu kini menghadapi isu serius tentang nasib pembayaran utangnya ke Cina.

Terkini, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mempertanyakan kontrak kerja sama Indonesia-Cina dalam proyek Whoosh.

“Kita belum tahu jelas isi kontrak Indonesia dan Cina dalam proyek ini, bahkan dalam sebuah wawancara, seorang anggota DPR mengatakan tidak tahu isi kontraknya,” ujar Mahfud MD melalui kanal YouTube Mahfud MD Official Sabtu (25/10).

Mahfud menilai, ketertutupan kontrak antara Indonesia dan Cina menjadi sumber kekhawatiran publik.

Guru Besar Hukum Tata Negara itu lantas mempertanyakan terkait kemungkinan DPR benar-benar memiliki salinan kontrak tersebut dan alasan dokumennya yang disebut tidak dapat diakses secara terbuka.

“Apakah dokumen kontrak tersebut bisa diakses oleh publik secara utuh?” imbuhnya.

Berkaca dari hal itu, proyek Whoosh memang digarap oleh konsorsium Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC), dengan porsi saham mayoritas dipegang oleh BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan China Railway International Co. Ltd dari pihak Cina.

Total investasi proyek ini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp120,6 triliun, dengan sekitar 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) berbunga tetap 2 persen per tahun selama 40 tahun.

Di sisi lain, sebagian publik menyoroti bunga pinjaman tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan tawaran Jepang yang sebelumnya sempat bersaing dalam tender proyek, yaitu hanya 0,1 persen per tahun.

Pembengkakan Biaya dan Beban BUMN

Masalah lain yang membelit proyek Whoosh adalah pembengkakan biaya alias cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp19,9 triliun. Angka itu mendorong total investasi melambung hingga lebih dari Rp120 triliun.

Untuk menutup kekurangan dana, pemerintah dan BUMN kembali harus menambah porsi pembiayaan melalui pinjaman baru dari CDB atau pihak bank Cina, dengan bunga di atas 3 persen.

Kini, PT KAI sebagai pemimpin konsorsium BUMN tercatat memiliki beban utang sekitar Rp6,9 triliun kepada CDB.

Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa sempat menegaskan, APBN tidak akan lagi digunakan untuk menanggung kewajiban tersebut.

“Yang jelas saya sekarang belum dihubungi. Kalau di bawah Danantara mereka kan sudah manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata bisa Rp80 triliun lebih, harusnya mereka sudah di situ jangan di kita lagi (Kemenkeu),” kata Purbaya dalam Media Gathering Kemenkeu di Bogor, 12 Oktober 2025.

Restrukturisasi Jadi Opsi

Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025, restrukturisasi utang Whoosh menjadi salah satu dari 22 program strategis Danantara.

Skema yang disiapkan meliputi penambahan ekuitas dan kemungkinan penyerahan beberapa infrastruktur proyek kepada pemerintah untuk dijadikan Badan Layanan Umum (BLU).

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan menilai langkah ini sebagai solusi realistis.

Luhut mengakui, sejak awal proyek Whoosh sudah menyimpan banyak masalah yang harus dibenahi.

“Saya terima sudah busuk itu barang. Kemudian kita coba perbaiki, kita audit, BPKP, kemudian kita berunding dengan Cina,” ujar Luhut dalam acara “1 Tahun Prabowo–Gibran” di Jakarta, 18 Oktober 2025.

Menurutnya, pemerintah saat ini tengah menunggu Keputusan Presiden (Keppres) untuk mengesahkan tim restrukturisasi.

“Cina mau untuk melakukan (restrukturisasi). Tapi kemarin pergantian pemerintah agak terlambat. Sehingga sekarang perlu nunggu Keppres supaya timnya segera berunding,” ucap Luhut.

Luhut menegaskan, restrukturisasi menjadi jalan keluar utama tanpa melibatkan APBN.

“Kita ribut-ribut Whoosh, Whoosh itu tinggal restructuring saja. Siapa yang minta APBN? Enggak ada yang pernah minta APBN,” katanya.

Dibanding Land Bridge, Siapa Lebih Efisien?

Di sisi lain, kini perbandingan proyek Whoosh dengan Saudi Land Bridge juga menjadi bahan diskusi sebagian publik.

Diketahui, proyek Land Bridge adalah bagian dari visi besar transformasi ekonomi Arab Saudi, Saudi Vision 2030.

Berdasarkan laporan Daleel, Land Bridge membentang sepanjang 1.500 kilometer di Arab Saudi hanya menelan investasi 7 miliar dolar AS atau setara Rp116,3 triliun.

Hal tersebut menunjukkan nilai investasi Land Bridge jauh lebih rendah dari proyek Whoosh yang mencapai Rp120,6 triliun, dengan panjang trayek hanya 142,3 kilometer.***

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button