Setelah Kota Lama Semarang Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional, Tugas Berat Menanti Pemkot
Kota Lama Semarang terdiri dari empat situs yang mewakili perjalanan sejarah Kota Semarang sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-20.
JAKARTA, DIFANEWS.com — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan menetapkan kawasan Kota Lama Semarang sebagai Cagar Budaya Nasional.
Penetapan dilakukan melalui penyerahan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 682/P/2020 tentang Kawasan Cagar Budaya Nasional Kota Lama Semarang sebagai Kawasan Cagar Budaya Tingkat Nasional.
“Penetapan ini bukan maunya Dirjen, ini keputusan bersama dari tim ahli cagar budaya,” ujar Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, saat penyerahan SK Mendikbud tersebut kepada Pemerintah Kota Semarang sebagaimana dilaporkan Antara, Rabu (19/8/2020).
Hilmar menambahkan, penetapan Kota Lama Semarang sebagai cagar budaya merupakan perjalanan panjang sejak tiga tahun lalu. Setelah dikaji para ahli, Kemendikbud kemudian menetapkan Kota Lama Semarang sebagai Cagar Budaya Nasional.
Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya, lanjut Hilmar, Pemkot Semarang memiliki tugas berat yakni bagaimana menjaga kelestarian kawasan itu. Ia berharap penetapan Kawasan Kota Lama Semarang itu dapat menjadi bagian yang akan mengangkat Jalur Rempah.
Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengatakan perjuangan untuk menetapkan Kota Lama Semarang sebagai Cagar Budaya Nasional bukanlah kerja jam per jam melainkan kerja bertahun-tahun. “Kami memasukkannya sejak 2017,” kata Gunaryanti.
Selain itu, kawasan Kota Lama Semarang juga memiliki tantangan yakni kawasan yang kumuh karena banjir rob hingga bangunan yang ditelantarkan oleh pemiliknya. Kota Lama Semarang terdiri dari empat situs yang mewakili perjalanan sejarah Kota Semarang sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-20.
Empat situs tersebut adalah Kampung Kauman, Kampung Melayu, Kampung Pecinan, dan Oudestad. Luas kawasan sebesar 70,07 hektare terdiri atas Kampung Melayu seluas 6,89 hektare, Kampung Kauman seluas 15,49 hektare, Kampung Pecinan seluas 18,99 hektare, dan Oudestad seluas 28,70 hektare.
Kampung Kauman merupakan permukiman muslim di mana terdapat Masjid Kauman, merupakan pengganti Masjid Semarang yang terbakar. Kampung Melayu adalah permukiman masyarakat Melayu yang berkembang sebelum keberadaan Benteng de Viifhoek, benteng VOC pertama yang dibangun pada akhir abad ke-17. Kampung Pecinan terbentuk sebelum Oudestad.
Pemusatan permukiman orang-orang Cina dilakukan setelah terjadi Geger Pecinan pada 14 Juni sampai 13 November 1741 di Semarang. Tujuan pembentukan Kampung Pecinan sebagai upaya pembangunan sistem pertahanan dan perlindungan terhadap kepentingan VOC.
Oudestad merupakan Europeschebuurt atau tempat tinggal orang Eropa. Situs ini meliputi jaringan jalan raya, rel kereta api, pelabuhan termasuk menara pengawas, mercusuar, kantor syahbandar, anjungan penumpang atau peron, dan pabean. Di Oudestad juga terdapat gedung pemerintahan, perkantoran dagang, keuangan, pabrik, bengkel, dan pergudangan berskala besar.
Keempat situs menjadi cikal bakal perkembangan Kota Semarang akibat dari kedatangan para pedagang asing mulai dari orang Arab, Melayu, Cina, hingga Belanda. Persilangan budaya tampak jelas dalam bentuk tata kota, bangunan secara fisik, dan atraksi budaya.