Banyak Perusahaan Tekstil Belum Berani Salurkan Dana untuk Investasi
JAKARTA, DIFANEWS.com — Survei Bank Indonesia (BI) menyimpulkan bahwa kebutuhan pembiayaan korporasi pada September 2020 secara bulanan, namun penggunaannya lebih banyak difokuskan untuk menunjang kegiatan operasional, pemulihan pasca pandemi, serta membayar utang, bukan investasi.
Kondisi serupa nampaknya juga terjadi pada sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan, kenaikan permintaan kredit korporasi juga terjadi pada para pelaku usaha tekstil.
Sejalan dengan temuan survei BI, kebanyakan kredit korporasi yang diajukan lebih banyak dipergunakan untuk modal kerja ketimbang investasi.
“Memang saat ini modal kerja lebih penting daripada investasi,” ujar Redma kepada Kontan.co.id, Selasa (20/10).
Redma menambahkan, pemulihan pasar hingga Agustus belum terlalu signifikan, sementara pelaku industri tekstil juga mesti berhadapan dengan arus barang-barang impor yang memiliki harga rendah.
Walhasil, ceruk pasar pelaku industri tekstil lokal menyusut. Hal ini tercermin dari utilisasi produksi industri tekstil hulu yang masih berkisar 50% dari proyeksi ideal 70%. Di tengah pendapatan yang cekak, pelaku industri hulu masih harus membayar sejumlah komponen biaya tetap.
“Pendapatan sangat minim hampir 0, namun kita masih harus tetap membayar minimum jam nyala PLN, bunga dan pokok utang perbankan, (dan) tenaga kerja termasuk THR meskipun hanya 50%,” terang Redma.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rakhman mengatakan bahwa setiap perusahaan memiliki kondisi keuangan yang beragam, sehingga penggunaan kredit korporasinya juga beragam.
Meski begitu, ia bilang bahwa penggunaan kredit korporasi pada umumnya memang digunakan dalam rangka pemulihan pasca pandemi. “Saya lihat semua dalam rangka pemulihan keuangan,” kata Rizal.
Meski begitu, tidak semua kondisi arus kas pelaku usaha sektor TPT berada dalam keadaan terpuruk. PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) misalnya, Direktur BELL, Nurwulan Kusumawati mengatakan bahwa kondisi arus kas perusahaan masih terkendali dengan baik.
Ia belum membeberkan berapa angka pasti posisi kas dan setara kas perusahaan saat ini, namun ia mengungkapkan bahwa posisi kas dan setara kas perusahaan telah meningkat dibandingkan dengan posisi per 30 Juni 2020 yang tercatat sebesar Rp 24,87 miliar.
Kenaikan tersebut berasal dari penerimaan pembayaran piutang oleh pelanggan dan optimalisasi pemanfaatan inventory.
“Kondisi kas dan setara kas mencukupi sehingga kegiatan operasional berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kewajiban baik jangka pendek maupun panjang,” imbuh Nurwulan.
Meski begitu, setali tiga uang dengan para pelaku usaha TPT kebanyakan, sejauh ini BELL belum berencana melakukan agenda ekspansi, namun Nurwulan tidak merinci apa alasan di balik sikap tersebut.
Selain itu, BELL juga belum memilki rencana untuk mencari pendanaan eksternal lebih lanjut. “Fasilitas pinjaman perbankan yang sudah ada masih memadai,” ujar Nurwulan.