BisnisNews

Bikin Ketar-ketir Importir Pakaian Bekas, Menkeu Purbaya Yudi Sadewa Tak Cuma Bakal Penjarakan Para Penentang

"Jadi saya rugi, cuma keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu,” imbuhnya.

DIFANEWS.COM – Sebagian publik kini tengah ramai menyoroti aksi pemerintah dalam memberantas impor pakaian bekas ilegal atau balpres, yang selama ini menjadi sumber utama bisnis thrifting di Tanah Air.

Terkini, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan langkah tegas akan diambil terhadap siapa pun yang menentang kebijakan ini.

Dalam pandangannya, suara-suara penolakan justru menjadi bukti nyata bahwa pihak tersebut terlibat dalam praktik ilegal.

Purbaya menilai, penolakan terhadap kebijakan pemerintah bukan sekadar ekspresi perbedaan pendapat, melainkan tanda dari pihak-pihak yang merasa terancam karena selama ini menikmati keuntungan dari praktik impor pakaian bekas.

Menkeu bahkan menyebut, reaksi keras dari para pelaku menjadi “alat bantu” bagi pemerintah untuk lebih cepat menindak mereka.

“Penolakan? Siapa yang nolak saya tangkap duluan,” tegas Purbaya kepada awak media di Menara Bank Mega, Jakarta, pada Senin, 27 Oktober 2025.

“Kalau yang pelaku thrifting nolak-nolak itu ya saya tangkap duluan dia, berarti kan dia pelakunya, clear,” imbuhnya.

Pernyataan keras ini menunjukkan, pemerintah mulai mengubah pendekatannya: dari sekadar razia dan pemusnahan barang menjadi penegakan hukum yang disertai sanksi ekonomi.

Purbaya menilai pendekatan baru ini akan memberikan efek jera yang lebih nyata dan menutup celah keuntungan bagi para pelaku bisnis ilegal tersebut.

“Malah maju, malah untung saya. Dia kan ngaku bahwa ‘saya pengimpor ilegal’ kan,” terangnya.

Lantas, bagaimana sebenarnya aksi sikat-sikat mafia baju bekas yang kini tengah gencar dilakukan pemerintah? Berikut ulasan selengkapnya.

Denda Tambahan dari Menkeu Purbaya

Kemenkeu kini sedang merumuskan skema penindakan baru terhadap pelaku impor pakaian bekas. Tak hanya penjara, pelaku juga akan dikenakan denda tambahan.

Dalam kesempatan berbeda, Purbaya menilai sistem hukum selama ini terlalu lunak karena tidak memberikan dampak finansial yang berarti.

“Saya juga baru tahu istilah balpres itu. Impor barang-barang baju bekas, seperti apa penanganannya. Rupanya selama ini hanya bisa dimusnahkan dan yang impor masuk penjara, saya nggak dapet duit, (pelakunya) nggak didenda,” tutur Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Rabu, 22 Oktober 2025.

“Jadi saya rugi, cuma keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu,” imbuhnya.

Purbaya memastikan, ke depan pelaku impor balpres akan masuk daftar hitam pemerintah. Mereka tidak akan diperbolehkan lagi melakukan aktivitas impor dalam bentuk apa pun.

Terlebih, nama-nama pemain lama sudah dikantongi pemerintah dan akan segera diumumkan jika proses hukum berjalan.

Penggerebekan Besar di Bandung dan Cimahi

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama aparat gabungan dari BIN, Bais TNI, dan Polri telah melakukan penggerebekan besar pada Agustus 2025.

Sebanyak 19.391 balpres pakaian bekas impor ilegal dengan nilai mencapai Rp112,35 miliar berhasil disita dari 11 gudang di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Cimahi.

“Kita temukan 11 gudang dengan total 19.391 bal pakaian bekas impor ilegal. Nilainya mencapai Rp112.350.000.000,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso saat jumpa pers di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, pada 19 Agustus 2025 lalu.

Barang-barang tersebut diketahui berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan Cina, yang kemudian disimpan di sejumlah gudang sebelum disalurkan ke berbagai pasar, termasuk di Jakarta dan Surabaya.

“Jadi tentu kita ada metode bagaimana bisa mengawasi barang-barang ini, sehingga siapapun yang melakukan impor barang-barang bekas akan ketahuan,” tambah Budi.

Ancaman Serius bagi Industri Tekstil Nasional

Selain merugikan negara, masuknya pakaian bekas impor ilegal juga mengancam industri tekstil nasional.

Budi menegaskan, praktik ini membuat produk lokal sulit bersaing karena harga pakaian bekas jauh lebih murah, meskipun kualitas dan kelayakannya tidak terjamin.

“Pakaian bekas, tas bekas ini mengganggu industri di dalam negeri. Banyak industri kita tidak bisa bersaing karena ada produk pakaian bekas yang dilarang masuk,” ujarnya.

Berdasarkan data Kemendag, dari total penyitaan tersebut, 3 gudang di Kota Bandung menampung 5.130 bal senilai Rp24,75 miliar, 5 gudang di Kabupaten Bandung menyimpan 8.061 bal senilai Rp44,2 miliar, dan 3 gudang di Cimahi menampung 6.200 bal dengan nilai Rp43,4 miliar.

Budi menegaskan, jika praktik ini dibiarkan, efeknya bisa meluas, yakni turunnya daya saing nasional hingga anjloknya produksi tekstil dalam negeri.

Selain itu, hal ini juga dapat membuat sektor garmen dan konveksi dalam negeri terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

“Barang-barang ini akan mengganggu industri di dalam negeri, industri tekstil, akan mengganggu UMKM kita, dan juga konsumen tidak terlindungi dengan baik karena pakaian bekas ini sebenarnya tidak layak untuk dipakai juga dari sisi kesehatan,” tukasnya.***

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button