Bongkar Rahasia Pembinaan, Taufik Jursal Efendi Ungkap Alasan Pemain Muda Kita ‘Layu’ Sebelum Berkembang!
DIFANEWS.COM – Semua sepakat bahwa pembinaan usia dini adalah nyawa dari prestasi sepakbola. Negara-negara raksasa bola dunia bisa hebat karena mereka punya kompetisi yang rutin, bukan sekadar turnamen ‘sekejap’, karena prestasi bukan di tangan pesulap.
Sayangnya, di Indonesia, sistem kompetisi untuk talenta U15 hingga U17 masih menjadi lubang besar yang belum tertutup. Kita belum punya liga sejati untuk mereka.
Piala Soeratin: Penting, Tapi Cuma ‘Formalitas’?
Sejauh ini, PSSI memang punya turnamen Piala Soeratin. Bagus? Iya. Cukup? Jelas tidak.
Masalahnya, format Piala Soeratin lebih mirip turnamen jangka pendek ketimbang liga. Bayangkan, di fase nasional, tim mungkin hanya main 2 sampai 5 kali.
Akibatnya, jam terbang pemain sangat minim. Padahal, untuk membentuk mental baja dan fisik prima, pemain butuh kompetisi panjang, bukan sekadar ‘mampir main’ lalu pulang.
Jeritan Akar Rumput: Mau Dibawa ke Mana Bakat Ini?
Kondisi ini bikin para pelatih di SSB dan akademi daerah gelisah. Mereka sudah berdarah-darah membina di grassroot, tapi saat masuk level kompetisi, jalurnya tidak jelas.
Dampak instannya? PSSI selalu kelimpungan saat harus menjaring pemain untuk Timnas U17 hingga U22. Talenta hebat sering kali ‘hilang’ karena tidak terpantau dalam kompetisi yang konsisten.
Taufik Jursal Efendi, Direktur PT Gahora Indonesia Football, bicara blak-blakan soal ini. Menurutnya, kompetisi berjenjang adalah harga mati.
“Kompetisi berjenjang itu pilar utama. Tanpa kompetisi rutin yang terstruktur, latihan keras cuma berakhir jadi pajangan tanpa pengujian nyata,” tegas Taufik.
Bagi Taufik, pemain muda itu butuh jam terbang, bukan sekadar seleksi singkat. Mereka harus terbiasa dengan tekanan lapangan, menghadapi berbagai karakter lawan, dan naik level secara alami lewat kompetisi panjang sepanjang musim.
Timnas Jadi Korban
Efek dominonya sangat terasa di Tim Nasional. Karena minim kompetisi, seleksi Timnas jadi kurang maksimal. Banyak mutiara terpendam di daerah yang luput dari pantauan.
Akibatnya, saat tanding di kancah internasional, pemain kita sering ‘demam panggung’ atau kalah pengalaman bertanding, meskipun secara teknik mereka sangat jago.
Solusi: Bukan Cuma Tugas PSSI
Membenahi ini butuh keroyokan. PSSI, klub, SSB, hingga pemerintah harus satu suara. Kompetisi usia muda baru akan sakti jika:
Digelar berjenjang (dari daerah sampai nasional).
Pakai format liga (musim panjang, bukan turnamen kilat).
Regulasi jelas dan didukung infrastruktur serta dana yang oke.
PR besar masih ada di meja PSSI. Piala Soeratin tetap harus ada, tapi jangan dijadikan satu-satunya tumpuan.
Seperti kata Taufik Jursal Efendi, kuncinya adalah kompetisi yang konsisten. Tanpa keberanian membangun sistem liga usia muda yang serius, mimpi melihat sepakbola Indonesia bicara banyak di dunia hanya akan jadi angan-angan yang jalan di tempat.
Seperti fatamorgana, bisa dilihat, tapi tak bisa disentuh. ***



