BOGOR, DIFANEWS.COM — Penemuan ‘terowongan kuno’ di Jalan Nyi Raja Permas, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, membuat heboh warga. Temuan itu diungkapkan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Pemeriksaan menyeluruh pun dilakukan Pemkot Bogor. Selain mencari fungsi terowongan, Bima juga ingin membuktikan cerita lama yang beredar di masyarakat soal keberadaan saluran yang kerap disebut tersambung ke sejumlah titik strategis.
“Sudah lama warga Bogor turun-temurun dengar cerita bahwa ada terowongan bawah tanah yang menghubungkan beberapa titik di pusat kota, bahkan ada dugaan terhubung ke Istana,” ujar Bima saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/9).
detikcom melakukan penelusuran dengan menggali sumber terbuka, salah satunya dengan membuka arsip digital Universitas Leiden dan mencocokkannya dengan peta digital terkini, Open Street Map. Dari hasil penelusuran, Jumat (3/9), ditemukan ada saluran air atau kanal buatan kolonial Belanda di Jalan Nyi Raja Permas.
Diperkirakan saluran air tersebut telah ada sejak tahun 1900-an. Prakiraan ditemukan pada peta Buitenzorg dan sekitarnya (Buitenzorg Kaart van Buitenzorg en omstreken). Peta tersebut dibuat tahun 1901 oleh Batavia: Topographisch Bureau.
Sekadar diketahui, nama Bogor di era Kolonial Belanda disebut Buitenzorg. Penamaan itu diberikan Gubernur Jenderal G.W Baron van Imhoff pada 1745. Kala itu pemerintah kolonial mencari tempat hunian yang berhawa sejuk, lalu tiba ke Kampong Baroe pada 1744. Buitenzorg sendiri berarti tempat bebas masalah atau kesulitan.
Keberadaan saluran air itu sendiri ditunjukkan melalui garis biru bergelombang. Simbol itu ditemukan pada satu blok yang kini menjadi Pasar Anyar Blok C dan D. Lokasinya bersebelahan dengan stasiun kereta.
Saluran air itu berbentuk ‘huruf L’, bagian pendeknya berawal dari sisi utara pasar yang berhadapan dengan Jalan Moh A. Salmun hingga simpang Jalan Dewi Sartika. Dan bagian panjangnya membentang dari sisi timur pasar hingga Alun-alun Kota Bogor.
Perlu dicatat, dalam peta 1901 terbitan Batavia:Topographisch Bureau itu tidak tertera legenda yang menerangkan soal simbol berupa garis biru bergelombang yang kita ketahui sebagai kanal atau saluran air.
Keterangan dari garis biru sebagai kanal atau saluran air itu baru didapatkan dari peta Buitenzorg tahun 1946 yang dipublikasikan oleh Survey Directorate Head Quarters American Land Forces, South East Asia (ALFSEA). Garis tersebut berada di lokasi yang sama dalam kedua peta tersebut.
Saluran itu terpotong-potong di tiap bloknya pada peta tahun 1901, tetapi di peta tahun 1946, kanal itu digambarkan merupakan saluran yang menyatu. Berdasarkan penghitungan jarak dengan menggunakan Google Maps diperkirakan sisi panjang dan pendek saluran itu memiliki panjang keseluruhan sekitar 638 meter atau 2.094 kaki.
Lalu apakah saluran air itu terhubung ke Istana Bogor? Dari dua peta yang dilihat detikcom, tidak ada jalur dari saluran yang berada di Jalan Nyi Raja Permas yang langsung tersambung ke Istana.
Walau demikian, rupanya ada satu kanal yang diduga terhubung langsung ke dalam komplek Istana, yakni saluran air yang berada dekat komplek rumah sakit militer atau Detasemen Polisi Militer III/1 Bogor yang terletak di bagian utara Istana. Dilihat dari peta, saluran air itu tersambung langsung ke danau yang berada di depan Istana.
Wali Kota Bogor Bima Arya menegaskan hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan fungsi saluran, apakah saluran air atau memiliki fungsi-fungsi lain. Untuk lebih memastikannya, Bima mengaku telah berkomunikasi dengan Universitas Pakuan (Unpak) dan IPB University guna mendeteksi luas dan panjang saluran tersebut dengan menggunakan alat yang menunjang.
Selain ingin memastikan fungsi saluran, Bima juga menginginkan dilakukan kajian agar dapat diketahui, apakah saluran bawah tanah tersebut memungkinkan untuk direvitalisasi dan digunakan kembali.
Dia menyebut tahun 2016 Kota Bogor sudah memiliki master plan drainase. Karenanya saluran bawah tanah yang ditemukan harus disesuaikan, mengingat lokasi penemuan termasuk dalam kawasan yang akan ditata pembangunan Alun-alun, Masjid Agung dan pengembangan Stasiun Bogor.
“Jadi otomatis drainasenya harus rapi. Saya ingin sedimentasinya digali dan dikeruk secara bertahap sampai sejauh mana dan apakah bisa difungsikan kembali sebagai saluran air, kita akan lihat fungsinya untuk apa,” ujar Bima Arya didampingi Kepala Dinas PUPR Kota Bogor, Chusnul Rozaqi dan Kepala Bappeda Kota Bogor, Rudy Mashudi.
Saluran bawah tanah yang memiliki kedalaman 2-3 meter dari permukaan tanah ini, kata Bima, tidak menutup kemungkinan terkoneksi dengan saluran lainnya, seperti yang di Istana Bogor dan yang lainnya. Bangunan dari saluran yang langsung dicek ini secara kasat mata terlihat struktur bangunan yang memiliki kemiripan dengan yang ada di Sukabumi, Klaten dan di Bekasi.
Sementara, berdasarkan informasi salah satu petugas Dinas PUPR yang mengeruk sedimentasi, pada titik yang lokasinya dekat dengan dipo Stasiun Bogor ini, saluran yang ditemukan memiliki seperti ruang yang mirip bak kontrol dengan lebar 2 meter, panjang 10 meter dan tinggi sekitar 1 meter.