KesehatanNews

Kemenkes Makin Sigap Bergerak Demi Cegah Meluasnya Antraks

JAKARTA, difanews.com — Terjadi kasus baru antraks di Dukuh Jati, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, akibat mengonsumsi daging sapi yang mendadak mati dan sudah dikubur. Akibatnya tiga orang meninggal pada Mei hingga Juni 2023. Dari tiga kasus yang meninggal, satu kasus dilakukan pengambilan sampel dan diagnosis suspek antraks.

Sejak 18 hingga 26 Mei 2023 terjadi kematian mendadak pada sejumlah hewan ternak berupa sapi dan kambing milik warga Dukuh Jati. Hewan ternak yang mati itu lalu dipotong dan dibagikan ke warga untuk dikonsumsi.

Salah satu warga (WP) yang sempat memotong hewan ternak yang mati mendadak itu mengeluhkan demam, pusing, batuk, pembengkakan kelenjar dan perut bengkak. Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunung Kidul lantas melakukan pengambilan sampel pada tanah tempat WP memotong hewan tersebut untuk diteliti.

Hasilnya pada 1 Juni 2023 telah diketahui positif spora antraks dari sampel tanah yang diambil. Pada 3 Juni 2023, WP akhirnya dirujuk ke RS Sardjito lalu dilakukan pengambilan sampel darah dengan diagnosis suspek antraks. Sehari setelahnya WP meninggal.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Imran Pambudi, MPHM mengatakan Organisasi Pemerintah Daerah terkait bersama Satgas One Health Kecamatan Semanu memberikan pengobatan profilaksis kepada populasi terpapar untuk pencegahan. Hingga saat ini ada 125 orang yang diberikan pengobatan profilaksis di Gunung Kidul, 87 di antara mereka berstatus seropositif.

Seropositif artinya pasien pernah terpapar antraks, tapi tanpa gejala klinis Hal itu disebabkan karena di dalam tubuhnya sudah terbentuk antibodi.

”Jadi 87 orang itu adalah yang seropositif tanpa gejala. Oleh karena itu tidak bisa kita masukan ke dalam katagori positif antraks, dan inilah orang-orang yang akan diberikan pengobatan profilaksis,” ujar dr. Imran pada konferensi pers secara daring, Kamis (6/7).

Kemenkes juga mengimbau melalui surat edaran bagi semua Dinas Kesehatan dan fasilitas kesehatan di DI Yogyakarta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kejadian antraks pada manusia dan mengantisipasi penyebaran antraks ke daerah lain.

Antraks adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, yang dapat menular ke manusia.

Bakteri penyebab antraks ini apabila kontak dengan udara akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu. Spora ini dapat bertahan sampai lebih dari 40 tahun di tanah.

Spora Antraks dapat menular ke hewan ternak dan manusia bisa terinfeksi jika mengkonsumsi hewan ternak tersebut dan juga dapat langsung masuk ke tubuh manusia lewat luka pada tubuh.

Untuk mencegah penularan, ada sejumlah gejala antraks pada hewan ternak yang perlu diwaspadai. Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian drh. Nuryani Zainuddin mengatakan gejala klinis antraks pada hewan berupa demam tinggi pada awal infeksi, gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, dan berujung kematian.

Gejala lain yang biasa terjadi seperti perdarahan di lubang hidung dan mulut hewan. Tidak jarang hewan ternak mengalami kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis.

”Hewan yang mati akibat penyakit ini perlu dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Tidak boleh dibedah atau disembelih,” ucapnya.

Penyakit antraks merupakan penyakit yang tidak dapat dibebaskan, tapi hanya dapat dikendalikan karena dia membentuk spora di tanah dan di lingkungan. Ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan terhadap hewan ternak, yaitu melalui vaksinasi, melakukan kontrol lalu lintas hewan ternak, dan tindakan disposal pada hewan terinfeksi.

Secara nasional Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengalokasikan kegiatan pencegahan antraks melalui penyediaan vaksin dan operasional sebanyak 96 ribu dosis setiap tahun termasuk tahun 2023.

Ada juga kegiatan pengamatan dan identifikasi penyakit antraks melalui surveilans dan pengambilan sampel untuk melakukan deteksi dini.

”Kami menyediakan 110 ribu dosis vaksin untuk buffer stock pusat. Wabah penyakit hewan seperti yang terjadi di Gunung Kidul yang sebenarnya sudah ada alokasi vaksin sebelumnya, tetapi karena ada wabah maka perlu perluasan vaksinasi untuk daerah-daerah yang masih bebas,” ungkap drh. Nuryani.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementan Syamsul Maarif mengatakan terkait antraks pihaknya berperan untuk melakukan pencegahan penularan penyakit dari hewan maupun dari produk hewan ke manusia.

Hal itu dilakukan dengan membentuk kader zoonosis untuk membangun partisipasi aktif dan tanggung jawab masyarakat dalam kegiatan pengendalian dan penanggulangan zoonosis.

”Tugas kader zoonosis adalah komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat. Memobilisasi masyarakat dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis, kemudian membantu petugas dinas dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis,” kata Syamsul.***

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button