Klub Liga 3 Bisa Hasilkan Banyak Uang, Begini Caranya
JAKARTA, difanews.com – Sepakbola takkan bisa maju dan prestasi takkan bisa berkembang apabila kompetisi tidak dikelola dengan baik. Kualitas kompetisi juga memegang peran penting agar pertandingan bisa menarik penonton dan dikemas dengan baik supaya menarik sponsor.
Hal ini berlaku di semua strata kompetisi, tak terkecuali di Liga 3 yang seharusnya menjadi kawah candradimuka pemain sebelum bisa bersaing di strata atasnya, Liga 2 dan Liga 1.
Sejauh ini, sayangnya, Liga 3 belum dikemas dengan baik. Akibatnya, banyak klub yang membayar pemain dan pelatih dengan rendah. Banyak klub yang belum punya lapangan latihan memadai.
Di era digital atau di era multimedia saat ini, sebenarnya terbuka peluang bagi setiap klub, terutama klub Liga 3 untuk memontize kiprah mereka di kompetisi melihat perubahan strategi marketing perusahaan-perusahaan concumer goods dan industry saat ini.
Era marketing digital tanpa batas telah mengubah pola pikir keputusan di dunia penjualan.
Bila di era 1960an hingga 1990an kita berpikir lokasi untuk mempertemukan pembeli dan penjual, maka di era digital, konten dan influencer bisa jadi tokoh dan kekuatan sale atau penjualan.
Data terakkhir pasar besar digital bahwa di Indonesia ada 122 juta orang atau konsumen memiliki Android dan iPhone. Salah satu orang yang sukses memanfaatkan kecenderungan era digital ini adalah Atta Halilintar yang konon bisa meraup penghasilan Rp7-Rp9 miliar per bulan atau GoJek dengan omset triliunan.
Jika Atta Halilintar yang bisa dikatakan hanya cuap-cuap tentang keseharian saja bisa meraup miliaran rupiah, sepakbola mestinya bisa melakukan hal yang sama atau bahkan lebih. Selain magnet dunia, ada manfaat lebih yang bisa diperoleh konsumen dengan menyaksikan sajian sepakbola di YouTube atau platform digital lainnya.
Nah, klub-klub Liga 3 pun bisa memanfaatkan platform digital ini untuk menggerakkan roda kompetisi, membiayai klub, membayar pemain, menggaji pelatih, secara layak.
“Pasti bisa, asal kompetisi berlangsung dengan benar, bukan turnamen seperti yang terselenggara saat ini,” kata Taufik Jursal Effendi, pegiat sepakbola usia muda dan CEO Persija Barat.
Dalam scenario Taufik Jursal, kompetisi yang baik setidaknya setiap klub di Liga 3 sedikitnya bertanding 10 kali, pertandingan dikemas profesional, dan klub-klub Liga 3 diisi pemain-pemain muda dengan masa depan cerah, bukan pemain-pemain comotan atau tarikan kampung.
Bila hal ini bisa berjalan dengan baik, klub-klub Liga 3 bisa mengikat kontrak pemain jangka panjang, bisa memiliki training ground sendiri sebagai arena latihan dan menggelar pertandingan-pertandingan melawan tim-tim SSB sebagai feedernya.***