JAKARTA, difanews.com — Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan kemampuan industri dalam negeri agar bisa lebih berdaya saing global. Sektor yang turut dipacu adalah industri kecil dan menengah (IKM).
Dari jumlah unit usahanya yang mendominasi di tanah air, sektor IKM akan berperan besar dalam mendongrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jumlah pelaku IKM mencapai 4,4 juta unit usaha atau berkontribusi sebesar 99,77% dari total sektor industri secara keseluruhan. IKM menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Kamis (4/11).
Salah satu langkah strategis yang telah dijalankan Kemenperin dalam meningkatkan kapabilitas sektor IKM adalah melalui kegiatan konsultansi dan bimbingan teknis. Kegiatan ini dilaksanakan lewat program Dana Kemitraan Peningkatan Teknologi Industri (Dapati).
“Selama ini, program konsultasi teknologi Dapati mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk industri dalam negeri, termasuk dari sektor IKM,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi.
Doddy menjelaskan, optimalisasi teknologi serta rekayasa proses dan produk dinilai dapat meningkatkan penggunaan bahan baku sumber daya alam atau hasil industri hulu menjadi pendukung utama produk industri manufaktur dalam negeri.
“Hal ini sejalan dengan kebijakan pengoptimalan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan substitusi impor,” ujarnya.
Salah satu unit kerja di bawah BSKJI Kemenperin, Balai Besar Tekstil (BBT), pada 2021 ini telah melaksanakan konsultansi Dapati sebanyak dua kali, yaitu kepada Kelompok Tunas Mekar Batu Bura, Kampung Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim, dan PT. Cofo Kreatif Indonesia, Kec. Beo Utara, Kabupaten Kep. Talaud, Sulut
“Kedua produk kain tenun Ulap Doyo Kaltim dan kain tenun Koffo khas Sangihe-Talaud merupakan warisan budaya asli yang masih dipertahankan masyarakat setempat,” ungkap Doddy.
Menurutnya, serat alam memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku tekstil alternatif.
“Dalam kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan target substitusi impor 35% pada 2022, membutuhkan percepatan dalam upaya pengembangan industri serat alam yang mengedepankan kemampuan pemenuhan kebutuhan bahan baku (kapasitas produksi) serta kualitas mutu yang memadai,” paparnya.
Pengembangan tersebut memerlukan kolaborasi pentahelix, yaitu kolaborasi lima unsur pemangku kepentingan (stakeholder), yang meliputi pemerintah, akademisi, pebisnis, komunitas, dan media.
Namun, permasalahan industri kriya tekstil berbasis serat alam adalah rendahnya kualitas warna dan kain yang tidak nyaman digunakan untuk sandang karena cenderung kaku dan teknik pemintalan yang dilakukan secara manual sehingga kapasitas produksi terhitung rendah.
Karena itu, melalui kegiatan Dapati, dilakukan pendampingan untuk peningkatan kualitas serat tekstil dengan jalan memperbaiki kehalusan serat sehingga proses pemintalan dan pertenunan lebih mudah, dan produk akhir kain lebih baik dari sisi kehalusan dan kenyamanannya.
“Kualitas serat lebih baik akan meningkatkan nilai tambah produk dan dapat diaplikasikan pada produk akhir yang lebih banyak,” imbuhnya.
Guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses produksi, tim Dapati BBT menggunakan kombinasi mekanik, kimiawi serta pengenalan metode biologi terbaru yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan bahan baku lokal seperti singkong dan kentang.
Selain itu, tim Dapati memberikan konsultansi proses optimalisasi teknologi melalui peningkatan performa mesin pengolah serat alam yang dimiliki IKM serta memberikan bimbingan teknis cara perawatan dan pemeliharaan mesin yang mudah dilakukan secara mandiri sehingga mengurangi ketergantungan pada teknisi mesin dari kota besar.
BSKJI akan terus memberikan kontribusi dalam percepatan pengembangan industri serat alam nasional, melalui pendampingan konsultansi, rekayasa peralatan serta transfer teknologi dalam lingkup pengolahan serat hingga ke daerah pelosok Indonesia.
“Kajian standar mutu kain tenun tradisional pun sedang dipersiapkan tim konseptor bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional, hal ini mendukung Pengembangan Industri Serat Indonesia,” jelas Doddy.
Menurut Pembina Kelompok Tunas Mekar Batu Bura yang diwakili oleh Myra Widiono, permasalahan untuk industri kriya tekstil adalah lamanya proses di setiap tahapan pengolahan serat dari proses pelunakan serat hingga pencelupan warna yang harus diulang hingga beberapa kali.
“Dengan metode biodegumming ini, kami cukup melakukan satu kali proses saja dan sudah dapat memperoleh hasil serat yang halus sekaligus penyerapan warnanya lebih sempurna,” jelasnya.
Di lokasi lain, perwakilan PT. Cofo Kreatif Indonesia, Sam Pantouw menyampaikan bahwa kendala yang dihadapi adalah hasil tenunan kain yang masih kasar dan kurang nyaman digunakan.
“Dengan bimbingan teknis BBT diharapkan produk akhir kain lebih halus dan nyaman digunakan, serta mampu menaikkan kapasitas produksi sekaligus membuka potensi ekspor kain tenun Koffo,” ungkapnya.