JAKARTA, difanews.com — Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah telah menetapkan ekspor produk-produk Indonesia ke Arab Saudi sebagai program strategis ke depan.
KJRI menargetkan, hingga tiga tahun ke depan, 30 persen kebutuhan makanan dan miniman jemaah haji Indonesia menggunakan produk nasional.
“Selama ini proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jamaah haji Indonesia masih sangat kecil, baru sekitar 10 persen. Padahal nilai makanan dan minuman yang dikonsumsi jemaah haji Indonesia mencapai Rp500 miliar,” kata Konsul Jenderal RI Jeddah, Eko Hartono, dalam keterangan tertulisnya, pekan lalu.
Salah satu upaya yang dilakukan KJRI untuk mencapai target 30 persen tersebut adalah menggelar Indonesian Hajj Expo (IHE).
Program IHE yang digelar selama dua hari, 1 – 2 Februari 2023 di Balai Nusantara, Wisma Konjen RI Jeddah itu diikuti 21 eksportir Indonesia dan 9 importir produk Indonesia di Saudi.
Selain itu, ikut juga sekitar 40 perusahaan penyedia layanan katering di Saudi, baik dari Makkah maupun Madinah.
“Selain eksportir Indonesia, importir Saudi, dan katering Saudi, hadir juga Kadin Indonesia, Kadin Makkah dan Jeddah, serta perwakilan dari Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, dan KKP,” sebut Eko.
“Dengan mempertemukan calon supplier Indonesia dengan pengguna dari Saudi, diharapkan akan tercapai kesepakatan dagang dengan harga dan kualitas produk yang baik untuk haji, khususnya untuk makanan dan minuman,” sambungnya.
Eko menilai, IHE 2023 mendapat sambutan positif dari Arab Saudi, khususnya para importir. Namun, pihak eksportir Indonesia harus dapat memenuhi persyaratan agar produknya bisa masuk, terutama dari Saudi Food and Drug Authority (SFDA). Sebab, tanpa sertifikasi SFDA, produk Indonesia sulit masuk, sehingga itu harus segera diselesaikan.
“Sebagian dalam proses, seperti beras dan ikan. Ke depan, kami sudah minta pengusaha kita untuk terus proses perizinan untuk produk-produk lainnya sehingga tahun-tahun berikutnya dapat masuk Saudi dan bisa dipakai haji,” harapnya.
Hal senada disampaikan International Trade and Promotion Center (ITPC) KJRI Jeddah, Rivai Abbas. Menurutnya, sebagai pengirim jamaah haji dan umrah terbesar di dunia, saat ini penggunaan produk Indonesia masih minim. Itu antara lain terlihat dari jumlah produk yang digunakan saat musim haji.
“Para perusahaan penyedia layanan katering dan muassasah masih lebih banyak menggunakan produk negara lain seperti Thailand, Vietnam, Cina, dan lainnya,” sebut Rivai.
Hal ini, kata Rivai, selain disebabkan kurang kompetitifnya harga dan kualitas produk Indonesia, juga kurangnya informasi yang didapat para penyedia layanan terkait konsumsi, transportasi, dan akomodasi.
“Pasar haji merupakan captive market sekaligus entry point bagi produk-produk Indonesia, khususnya UKM. Sebab, dalam penyelenggaraan haji, pemerintah Indonesia dapat melakukan enforcement terhadap para penyedia layanan untuk menggunakan produk Indonesia,” jelasnya.
“Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah/jamaah haji Indonesia di Arab Saudi seharusnya bisa memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha di Indonesia. Apalagi, jemaah Indonesia dikenal sebagai fanatik dan loyal terhadap makanan Indonesia,” sambungnya.
Setuju dengan Konjen Eko Hartono, Rivai menargetkan dalam jangka pendek, ada 30 persen produk Indonesia yang digunakan dalam memenuhi layanan jemaah haji tanah air. Ke depan, produk Indonesia diharapkan makin dikenal para penyedia layanan, baik konsumsi, transportasi, maupun akomodasi. Sehingga, seluruh kebutuhan jemaah haji dapat dipenuhi dari Indonesia.
“Alhamdulillah, antusiasme peserta dan pengunjung IHE 2023 sangat baik. Hal ini bisa dilihat dari potensi transaksi sementara yang dihasillkan dalam pameran ini yang mencapai lebih dari 4,8 juta dolas AS,” tandasnya.***