Puasa Ramadhan di Era Pandemi, Haruskah Kebutuhan Tetap Meningkat
Jakarta, difanews.com — Menjelang puasa Ramadhan, banyak orang berusaha memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga. Ada beberapa barang dan produk yang selalu ada di setiap bulan Ramadhan, misalkan madu, kurma, dan sejumlah bahan pokok lain dalam jumlah lebih banyak dari sebelumnya.
Apakah harus demikian, terlebih saat ini masih berlangsung pandemi Covid-19?
Pakar gizi Ali Khomsan menyampaikan beberapa hal yang penting dipersiapkan menjelang bulan Ramadhan, terutama di saat pandemi seperti sekarang.
Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menjelaskan, saat berpuasa, asupan gizi akan berkurang, terutama karbohidrat, protein, dan vitamin.
Menurutnya, kekurangan asupan itu karena waktu makan yang semula tiga kali menjadi dua kali. Tak jarang pula seseorang saat sahur tidak selahap biasanya. Itu sebabnya, Ali menyarankan untuk mengonsumsi banyak buah dan sayuran dalam menu selama berpuasa.
“Itu bisa melancarkan proses pembuangan kotoran dari tubuh sehingga tidak mengalami masalah konstipasi,” kata penulis buku Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup itu kepada Republika, pekan ini.
Dengan berkurangnya frekuensi makan, konsumsi suplemen cukup dibutuhkan, sehingga bisa saja disiapkan, seperti vitamin C, vitamin D, vitamin E, atau zinc. Ali sangat merekomendasikan suplemen vitamin C sebagai antioksidan, meningkatkan imunitas, dan pengendali kolesterol.
Madu dan kurma juga termasuk dianjurkan tersedia di rumah. Enzim pada madu membantu melancarkan pencernaan, terutama bagi pasien penyakit lambung. Sementara itu, kurma mengandung kalium tinggi dan rendah natrium yang dapat memberikan glukosa langsung pada tubuh begitu dikonsumsi.
Kurma jadi salah satu panganan idola selama bulan puasa.
Soal kebiasaan berbelanja yang lebih banyak menjelang Ramadhan, diakui financial educator Lutfi Trizki, memang umum terjadi. Namun, dari pengamatannya, tahun ini agak berbeda. Konsumsi berlebihan jelang Ramadhan kali ini tampak tidak terlalu mengemuka.
Penulis buku Financial Parenting bersama Kak Seto itu berpendapat, pertumbuhan ekonomi cenderung negatif selama dua kuartal terakhir. Akibatnya, tidak sedikit yang harus berhemat untuk kebutuhan pokok dan masyarakat sudah melewati satu periode puasa saat awal pandemi tahun lalu, sehingga mereka banyak belajar dari kondisi itu.
“Pada level tertentu mungkin saja, seperti orang dengan pendapatan tinggi melakukan banyak pembelian, tapi masyarakat saat ini justru banyak yang mengencangkan ikat pinggang,” ungkapnya.
Upaya berhemat juga disarankan oleh Mubalig Indonesia Abdul Mu’ti. Dia menganjurkan supaya umat Islam tidak berlebih-lebihan. Dia menjelaskan, sesuai pengertiannya, hakikat puasa adalah menahan diri, bukan hanya dari makan, minum, dan kebutuhan biologis, melainkan juga perbuatan yang tidak bermanfaat.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu menyebutkan, Islam mengajarkan manusia hidup sederhana, efisien, dan hemat. Itu sebabnya dia mengimbau umat Islam menjadikan puasa Ramadhan sebagai momentum perubahan ke arah lebih baik.
Dalam menyambut Ramadhan, persiapan iman dan mental-spiritual jauh lebih penting dari hal-hal yang bersifat material.
“Ramadhan akan lebih bermakna dengan memperbanyak ibadah, sedekah, dan kepedulian kepada sesama. Ramadhan adalah bulan saving for caring, berhemat untuk berbagi,” tutur Profesor Ilmu Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu.