Bisnis

Tempe Bang Jarwo, Lahir dari Penutupan Kawasan Prostitusi Dolly

JAKARTA, DIFANEWS.com — Kawasan Dolly di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, pernah disebut sebagai lokalisasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Di kawasan yang ditutup Walikota Surabaya Tri Rismaharini 18 Juni 2014 itulah Jarwo Susanto berdagang.

Berdagang kopi setiap hari, Jarwo punya penghasilan sekitar Rp45 juta per bulan. Itu sebabnya ia sangat menentang penutupan kawasan prostitusi itu.

Namun, penutupan tetap berlangsung dan kawasan Dolly yang sebelumnya jadi kawasan maksiat, kini jadi area penuh manfaat. Dan, Jarwo kini sudah dikenal sebagai juragan tempe.

Kisah penentangan Jarwo dan upayanya banting setir menjadi penguasaha tempe itu kemudian dibukukan Mustofa Sam berjudul ‘Jarwo Susanto Si Arek Dolly’. Bedah buku digelar dalam seminar bertajuk ‘Spiritual Management in Action: Tempe Bang Jarwo’ di Aula MM FEB Unair, Selasa (18/6).

Ketika menentang penutupan Dolly, Jarwo sempat menjadi buronan kepolisian. Jarwo yang saat itu bersembunyi di rumah saudaranya di Sidoarjo belajar cara membuat tempe dan dipraktikkan di rumah. Bisnis usaha tempe itu ia jalankan hingga sekarang.

“Dari semula hanya menghasilkan 3kg tempe per hari, saat ini menjadi 25kg per hari, bahkan hingga go international. Jarwo juga memberdayakan keluarga dan tetangga-tetangganya,” tutur Mustofa.

Mustofa sebagai pendamping rehabilitasi pasca-penutupan Dolly mengatakan, Jarwo merupakan sosok inspiratif. Sebab, Jarwo adalah salah satu tokoh perubahan yang lahir dari tanah bekas prostitusi. Jarwo yang sebelumnya bergantung pada bisnis lokalisasi kini sukses menjadi pengusaha tempe.

“Tak bisa ditolak dan tak bisa dimungkiri bahwa perjalanan Jarwo merupakan perjalanan inspirasi perubahan,” kata Mustofa.

Kepada Kompas.com, Jarwo mengatakan, awalnya tempe itu ia beri nama Tempe Dolly. Namun, saat berkililing menjajakan tempe di kawasan Dolly menggunakan sepeda onthel, belum banyak warga yang peduli. Hingga pada akhirnya, Jarwo melakukan re-branding produk dengan nama Tempe Bang Jarwo. Alasannya sederhana. Saat itu sinema kartun Adit Sopo Jarwo banyak ditonton warga.

“Ini juga saran dari keluarga agar produk tempe saya ini mudah diingat. Dan ternyata benar, tempe saya mulai laris,” kata Jarwo. I

Ia juga mengaku bangga tempenya bisa go international. Apa yang sudah dicapainya saat ini, Jarwo berharap mampu mengangkat martabat warga Dolly menjadi lebih baik.

“Omzet saya dalam satu bulan sekitar Rp10 juta sampai Rp18 juta,” katanya.

Jauh lebih kecil dibandingkan ketika ia berdagang kopi di kawasan Dolly dulu. Tapi, penghasilan itu penuh berkah.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button