Gagal Uji Klinis Fase 1, Vaksin Nusantara Masih Harus Lewati Jalan Panjang
JAKARTA, difanews.com — Tersandung masalah kaidah klinis, Vaksin Nusantara inisiasi mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ditangguhkan sementara, karena dinyatakan tidak lulus uji klinik fase 1
Demikian disampaikan Anggota Tim Advokasi Vaksin Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), dalam diskusi daring bertajuk Menguak Problematika Vaksin Nusantara, Senin (26/4).
“(Vaksin Nusantara) sering mengabaikan evaluasi Badan POM dan (pengembangan vaksin) tidak memenuhi kaidah klinis,” kata Erlina.
Tak hanya itu, Erlina menyebutkan masih banyak pelanggaran yang menyebabkan Vaksin Nusantara tidak diizinkan melanjutkan rencana uji klinis fase II.
Pada uji klinis fase II ini kabarnya Vaksin Nusantara akan disuntikkan kepada sejumlah tokoh publik dan anggota Komisi IX DPR di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4).
Berikut ini beberapa pelanggaran yang dimaksud:
– Tidak terpenuhi syarat Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB)
– Tidak terpenuhi syarat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
– Tidak terpenuhi syarat Good Laboratory Practice
– Tidak terpenuhi syarat Proof of Concept
– Perbedaan lokasi peneltian (RSUD dr Kariadi Semarang) dengan komite etik (RSPAD Gatot Soebroto)
– Tidak melalui uji praklinik terhadap binatang
– Komponen tidak sesuai pharmaceutical grade (masalah sterilitas) dan kebanyakan diimpor.
“Bukan masalah impornya saja yang tidak disetujui, tetapi memang banyak masalah kaidah klinis penelitian vaksin itu yang harus memenuhi standar,” tegas Erlina.
Sebagai informasi, ada dua hal terkait kaidah klinis dalam pengujian vaksin yang perlu Anda ketahui.
- Standar internasional kaidah klinis dalam pengujian vaksin
Di dunia internasional atau berlaku universal, suatu standar yang disebut The International Conference on Harmonization – Good Clinical Practice (ICH-GCP) digunakan sebagai standar kualitas etik dan ilmiah.
Standar ini dipergunakan untuk dijadikan acuan dalam mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan subyek manusia.
Ditegaskan Erlina, hal ini penting untuk melindungi hak asasi manusia dan juga bentuk upaya menjaga keselamatan manusia yang menjadi subyek uji klinik.
“Jadi standar patient safety (keselataman pasien atau partisipan) itu harus dipertahankan,” tegasnya.
Di dalamnya, ICH-GCP mengatur mengenai berbagai hal seperti berikut. – Prinsip-prinsip dasar
– Dewan Kaji Institusi atau Komite Etik
– Peneliti
– Sponsor
– Protokol dan amandemen protocol
– Brosur peneliti
– Dokumen esensial lainnya
- Manfaat kaidah klinis pengujian vaksin
Erlina menegaskan, kaidah klinis ini menjadi penting dalam pengujian vaksin karena memiliki banyak manfaat.
Pertama, kredibel dan akurat.
Penelitian yang mengikuti prinsip ICH-GCP akan terjamin standarnya, sehingga kredibilitas dan akurasi data dapat diakui secara internasional.
Kedua, terjaga hak keamanan dan kesejahteraan.
Hak, keamanan, dan kesejahteraan partisipan menjadi prioritas utama di atas kepentingan keilmuan dan masyarakat.
Jika pengembang vaksin melakukan pengembangan sesuai dengan aturan prinsip standar yang telah ditetapkan ini, maka tim peneliti dipastikan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai.
Segala bentuk kejadian tidak diinginkan akan dicatat dan dilaporkan. Serta, pasti penelitian selalu dijalankan sesuai protokol.
Bagaimana kelanjutan Vaksin Nusantara?
Dengan indikasi manfaat dan pentingnya kaidah klinis, untuk sementara sesuai Pasal 20 tahun 2016 tentang Pedoman Cara Uji Klinik yang baik, Kepala Badan POM Penny Lukito dapat menangguhkan uji klinik Vaksin Nusantara saat ini.
Nama Vaksin Nusantara distop, lalu diganti dengan Penelitian Berbasis Pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2.
Badan POM menyatakan, tim peneliti perlu melakukan perbaikan dan menyampaikan kembali kepada Badan POM.
Perbaikan meliputi CUKB, CPOB, Good Laboratory Practice dan Proof of Concept, serta dokumen-dokumen lain yang sudah disebutkan sebelumnya.
Ini artinya, kata Erlina, pihak tim peneliti atau sponsor perlu melengkapi persyaratan-persyaratan yang disebutkan dalam evaluasi BPOM sebelum dapat melanjutkan ke fase berikutnya.
“Jadi bagaimana dan apa artinya ini? Bahwa vaksin ini (Nusantara) belum terbukti aman digunakan pada manusia, karena hasil analisis uji klinis fase 1 belum ada,” jelasnya seperti dilansir kompas.com.
Selain itu, belum diketahui juga efikasi atau kemanjuran vaksin dalam mencegah penyakit atau penularan Covid-19, karena belum diperbolehkan melanjutkan ke uji klinik fase II dan III.