Bisnis

Chatib Basri: Indonesia Hadapi Zombie Company Setelah 2022

Perusahaan-perusahaan zombie itu bisa bertahan di masa pandemi Covid-19 ini lantaran kreditnya direstrukturisasi dengan adanya aturan relaksasi dari pemerintah.

Jakarta, difanews.com — Mantan  Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan risiko perusahaan menjadi zombie company mesti dihadapi, terutama setelah 2022.

“Ini risiko yang harus kita hadapi terutama setelah 2022. Karena real NPL (kredit macet) baru muncul di 2022,” ujar Chatib dalam webinar, Jumat, 29 Januari 2021.

Chatib mengatakan perusahaan-perusahaan zombie itu bisa bertahan di masa pandemi Covid-19 ini lantaran kreditnya direstrukturisasi dengan adanya aturan relaksasi dari pemerintah.

Dikatakannya, perusahaan-perusahaan itu hanya bisa hidup membayarkan variable cost atau biaya tidak tetap. Namun, mereka tidak bisa membayar biaya tetapnya.

“Jadi kasarnya dia hidup buat bank. Karena dia hidup bayar bunga supaya bisa continue. Ini perusahaan yang sebetulnya kalau marketnya dibiarkan kerja sepenuhnya mungkin enggak survive,” ujar Chatib.

Dalam kondisi seperti itu, tambahnya, perusahaan perbankan yang bisa keluar dengan baik adalah perseroan yang sudah membangun cadangan kerugian penurunan nilai atau CKPN sejak awal. “Kalau strategi seperti itu akan bisa, kalau tidak, akan sulit.”

Sebelumnya, Chatib mengatakan kasus zombie company bisa terjadi terhadap pusat perbelanjaan atau mal yang tetap buka namun pengunjungnya di bawah 50 persen. Chatib menjelaskan, walaupun pusat belanja dibuka, tapi kalau pengunjungnya di bawah 50 persen, ada risiko skala ekonomis tidak akan tercapai.

“Mereka bisa membayar variable cost tetapi ada risiko mereka menjadi zombie company di mana mereka hidup buat bank, membayar bunga dan segala macam tanpa profit yang menguntungkan. Karena itulah mobilitas menjadi sangat penting,” tambahnya, dilansir tempo.co.

Analisis tersebut diperoleh Chatib dengan melihat sejumlah data, yaitu data residential dari Big Data Google dengan Perchasing Managers’ Index. Dua data tersebut ketika digabungkan berkorelasi negatif. Artinya, kalau orang tinggal di rumah, maka PMI akan turun.

Musababnya, Chatib memberi contoh, pengusaha restoran tidak akan menambah investasi kalau pengunjung yang datang ke restorannya dibatasi seperti saat pandemi. Begitu juga dengan perusahaan maskapai yang tidak akan membeli pesawat baru lantaran selama pandemi keterisian kursi sangat sedikit.

“Jadi selama mobilitas itu rendah karena pandemi maka skala ekonomisnya tidak akan tercapai. Kalau skala ekonomis tidak tercapai maka saya tidak akan melakukan ekspansi investasi baru,” ujar Chatib.

Secara konsisten, data itu menunjukkan bahwa ketika jumlah orang ke luar rumah lebih banyak, maka utilisasi kapasitas suatu usaha akan naik. Sementara, selama orang tinggal di rumah, utilisasi kapasitasnya juga tidak terpakai.

“Ini kenapa saya mengatakan kalau pandeminya tidak selesai, ekonominya akan sulit mengalami perbaikan,” tutur Chatib Basri.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button