[Covid-19] Apa Itu Happy Hypoxia? Seberapa Besar Risikonya?
Masyarakat diminta waspada dan mengenali gejala happy hypoxia agar tak sampai terjadi efek buruk pada penderita infeksi virus corona.
JAKARTA, DIFANEWS.com — Banyak hal yang masih harus dipastikan dari infeksi virus corona atau Covid-19 dan apa yang terjadi pada para pasiennya.
Terbaru, yang menjadi perhatian para peneliti di dunia, termasuk Indonesia, adalah gejala happy hypoxia, yang dialami para pasien Covid-19. Beberapa kasus di beberapa daerah ditemukan pasien Covid-19 mengalami happy hypoxia.
Pasien dalam kondisi baik-baik saja, tetapi tiba-tiba kadar oksigennya drop, hingga ada yang berakibat fatal.
Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur dan Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS, Surakarta, Jawa Tengah, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan, memahami gejala happy hypoxia pada penderita Covid-19 masih menjadi PR besar.
“Orang yang semula tanpa gejala, tidak merasakan apa-apa, tiba-tiba langsung sesak napas dan memburuk,” kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/9/2020).
Menurut Tonang, dari 80 persen pasien dengan kategori orang tanpa gejala (OTG), separuh di antaranya berakhir dengan kondisi happy hypoxia.
Oleh karena itu, saat ini terus berpacu dengan waktu untuk mencari tahu penyebab happy hypoxia pada pasien Covid-19.
“Nah, itu yang masih kita cari penyebabnya apa yang menentukan seseorang itu memiliki risiko ke happy hypoxia,” jelas Aritonang.
Masyarakat diminta waspada dan mengenali gejala happy hypoxia agar tak sampai terjadi efek buruk pada penderita infeksi virus corona.
Seperti diberitakan Kompas.com, 20 Agustus 2020, happy hypoxia atau hypoxemia didefinisikan sebagai penurunan tekanan oksigen dalam darah. Ketika kondisi itu terjadi, seseorang mungkin akan mengalami sesak napas atau dispnea.
Penurunan kadar oksigen dalam darah juga mengakibatkan organ-organ tubuh mati dan bisa mengancam nyawa.
Seseorang yang sehat biasanya memiliki saturasi oksigen setidaknya 95 persen. Namun, dokter melaporkan, ada pasien yang memiliki tingkat persentase oksigen sebesar 70-80 persen. Bahkan, pada kasus yang drastis, di bawah 50 persen.
Dokter spesialis paru sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, mengatakan, hypoxia syndrome diawali dengan peradangan paru-paru atau pneumonia yang membuat perputaran oksigen terganggu.
“Darah yang kurang oleh oksigen ini kan nantinya akan masuk ke jantung dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Akibatnya, jaringan-jaringan dan organ tubuh yang lain ikut mengalami kekurangan oksigen, yang disebut sebagai hypoxia,” kata Agus, seperti diberitakan Kompas.com, 12 Agustus 2020.
Agus mengungkapkan, kondisi tersebut terjadi ketika seseorang yang mengalami hypoxia syndrome, tetapi terlihat seperti orang normal.
“Pengalaman saya sebagai dokter paru yang juga merawat pasien Covid-19, ternyata memang kasus-kasus pasien dengan happy hypoxia itu memang terjadi,” kata Agus.
Dia mengakui kondisi pasien happy hypoxia sydrome yang terlihat normal masih menjadi tanda tanya di dunia medis. Para peneliti di dunia pun tengah melakukan kajian atas temuan happy hypoxia pada penderita Covid-19.