News

Ditanya soal MBG yang Diklaim Sumbang 48 Persen Keracunan Pangan, Menko Pratikno Sebut-sebut Zulhas hingga Cak Imin

DIFANEWS.COM –  Polemik angka keracunan dalam pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah kembali mengemuka setelah Badan Gizi Nasional (BGN) memaparkan data terbaru.

Sebelumnya, BGN memastikan dari total 441 kejadian keracunan pangan nasional, sebanyak 211 kejadian berasal dari MBG atau setara 48 persen dari total kasus tersebut.

Di tengah sorotan publik, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno memberikan respons singkat seusai Rapat Lintas Kementerian di Gedung Kemenko PMK, Jakarta Pusat, pada Jumat 14 November 2025.

Pratikno menegaskan, persoalan tersebut sudah berada dalam penanganan kementerian terkait, yakni di bawah kepemimpinan Menko Pangan, Zulkifli Hasan.

“Oh itu nanti sudah ditangani oleh Pak Menko Pangan,” ujar Pratikno.

Menko PMK juga menyinggung koordinasi lintas kementerian yang menurutnya terus diperkuat, termasuk dengan Menko Pemberdayaan Masyarakat (PM), Muhaimin Iskandar.

“Nanti saya koordinasikan, jadi MBG itu dikoordinasikan oleh Pak Menko PM Muhaimin Iskandar,” kata Pratikno.

Meski demikian, Pratikno berharap seluruh pihak memastikan kejadian serupa tidak kembali muncul.

“Ya kita harus jaga-lah,” ucapnya.

Berkaca dari hal itu, pernyataan Menko Pratikno  muncul tak lama setelah pemaparan BGN menunjukkan adanya insiden keracunan pangan dalam program MBG.

Terlebih, kini tata kelola MBG dinilai memerlukan penanganan lebih menyeluruh, termasuk penguatan aspek higienitas atau kelayakan kebersihan.

Polemik Tata Kelola MBG Imbas Skandal Keracunan Massal

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR di Jakarta, pada Rabu 12 November 2025, Kepala BGN, Dadan Hindayana menyampaikan data yang menjadi dasar polemik ini.

“Total kejadian keracunan pangan di Indonesia sampai hari ini ada 441. MBG menyumbang 211 kejadian, atau 48 persen dari kasus tersebut,” terang Dadan.

Kepala BGN itu menjelaskan efeknya tidak ringan. Dari 11.640 penerima manfaat yang terdampak, sebanyak 636 orang harus menjalani rawat inap, sementara 11.004 lainnya mendapat perawatan rawat jalan.

Data ini diperkuat penjelasan lanjutan dalam RDP daring yang digelar di hari yang sama.

Dadan menilai, evaluasi tata kelola di lapangan menjadi keharusan. Ia menekankan kewajiban percepatan Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi, HACCP, serta sertifikat halal di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG.

“Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, jumlah SPPG yang sudah memiliki SLHS hingga saat ini sebanyak 1.619,” sebutnya.

“Percepatan sertifikasi ini tergantung pada kebijakan pemda di masing-masing wilayah,” imbuh Dadan.

Selain sertifikasi, Dadan menyoroti aspek operasional di dapur MBG. Seluruh SPPG diwajibkan memakai alat sterilisasi ompreng, rapid test untuk mengantisipasi keracunan, hingga penggunaan air bersertifikat dalam kegiatan memasak.

Pelatihan berkala bagi penjamah makanan juga diwajibkan agar standar higienitas benar-benar dipahami.

Di tingkat implementasi, BGN telah menjangkau 41,6 juta penerima manfaat melalui 14.773 SPPG dengan realisasi anggaran Rp43,4 triliun hingga 11 November 2025.

Kendati demikan, besarnya operasi ini tidak menutup celah jika pengawasan daerah belum berjalan optimal.

Anak-anak Dinilai Jadi Kelompok Paling Rentan

Kritik keras datang dari Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani.

Netty menilai, kasus keracunan MBG merupakan sinyal kuat perlunya pengawasan lebih ketat di lapangan.

“Ini alarm serius untuk memperkuat aspek keamanan pangan dan tata kelola pelaksanaan program MBG di lapangan,” kata Netty kepada awak media di Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.

Netty lantas menggarisbawahi, anak-anak adalah kelompok paling rentan.

“Anak-anak penerima MBG adalah kelompok rentan. Pemerintah daerah dan instansi teknis perlu memastikan dapur yang belum laik segera dibina atau dihentikan sementara,” ujarnya.

211 Kasus Keracunan MBG Tuai Sorotan

Lonjakan kasus MBG kini mengarah pada tuntutan revisi tata kelola serta percepatan regulasi.

Netty menyebut Perpres tentang Tata Kelola Program MBG perlu segera mencapai tahap penyelesaian akhir.

“Kita harapkan Perpres Tata Kelola MBG segera diimplementasikan agar ada kejelasan aturan dan tanggung jawab antarinstansi,” kata Netty.

Dorongan itu sejalan dengan rekomendasi BGN yang meminta percepatan sertifikasi halal di seluruh SPPG.

Sertifikasi dianggap dapat menutup banyak titik rawan, mulai dari asal bahan makanan hingga proses penyajiannya.

Diketahui, hal ini dikombinasikan dengan SLHS dan HACCP diyakini dapat memperbaiki standar keamanan pangan secara signifikan.

Terkait hal itu, Netty juga menekankan keberhasilan program tidak hanya bertumpu pada pemerintah.

“Program MBG adalah tanggung jawab sosial bersama semua elemen pemangku kepentingan,” terang Netty.

“Edukasi kepada pelaksana dan masyarakat perlu diperkuat agar rantai pengawasan berjalan dari bawah,” tandasnya.***

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button