Janji Calon Presiden 2024, Antara Harapan dan Realitas Ekonomi
JAKARTA, difanews.com – Pesta demokrasi Indonesia yang akan digelar secara besar-besaran pada bulan Februari 2024 semakin mendekat. Calon-calon presiden (capres) sudah mulai bermunculan, dan informasi mengenai calon wakil presiden (cawapres) juga semakin terungkap.
Ketiga capres 2024, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan pun sudah membocorkan beberapa program kerja mereka. Namun begitu, belum ada sambutan positif untuk janji kampanye yang dilontarkan ketiga capres itu.
Direktur Center of Economics and Law Studies Bima Yudhistira menilai janji calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo mustahil dilaksanakan. Bhima menyinggung soal keinginan Ganjar untuk menaikkan gaji guru menjadi Rp 30 juta.
“Soal gaji guru Rp 30 juta itu absurd, lebih mimpi di siang bolong,” kata Bhima, dikutip dari CNBC, Sabtu (16/9/2023).
Ganjar berbicara mengenai keinginannya menaikkan gaji guru menjadi Rp 30 juta dalam sebuah program bincang-bincang di YouTube. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu mengaku prihatin dengan kesejahteraan para guru saat ini. Dia miris dengan gaji guru yang pas-pasan.
Bhima meyakini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan kuat membiayai gaji guru apabila dinaikkan menjadi Rp 30 juta. Dia menilai lebih masuk akal apabila Ganjar menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dengan cara menaikkan gaji secara bertahap tiap tahun. Menurut dia, masalah lain yang perlu dibenahi di sektor pendidikan adalah soal kesenjangan gaji guru ASN dan honorer. “Jangan hanya karena Pemilu kebijakan-kebijakannya jadi populis,” kata dia.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad sepakat dengan Bhima. Dia mengatakan APBN bakal dibikin sempoyongan apabila Ganjar ingin menggaji guru Rp 30 juta. Dengan jumlah guru yang mencapai 3,37 juta orang, dia memperkirakan negara harus mengeluarkan biaya Rp 101 triliun setiap bulan untuk menggaji guru.
“Berat banget,” kata dia.
Tak hanya Ganjar, Tauhid juga berkomentar mengenai janji-janji kampanye capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Prabowo menyatakan akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo yang pro rakyat, seperti Program Keluarga Harapan, kartu sembako dan sejenisnya. Prabowo juga berjanji memberikan makan gratis kepada murid sekolah dan ibu hamil.
Tauhid berpendapat janji Prabowo yang ingin berfokus pada program perlindungan sosial itu hanya solusi jangka pendek. Dia mengatakan Prabowo seharusnya lebih berfokus untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas untuk membantu orang miskin memperoleh kerja.
“Program yang lebih bagus untuk mereka adalah penciptaan lapangan kerja,” ujar Tauhid.
Sementara itu, Bhima Yudhistira menilai Prabowo masih punya hutang untuk menjelaskan lebih detail soal program kerjanya yang diklaim pro rakyat seperti Jokowi. Dia mengatakan Prabowo bersama timnya harus menjelaskan dari mana sumber biaya untuk pelaksanaan kebijakan itu. Sebab kalau tidak, justru akan menjadi blunder karena pengusaha akan khawatir pajaknya bakal dinaikkan.
“Ini justru bisa jadi blunder,” ujar dia.
Bergeser ke capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan, Bhima menilai mantan Gubernur DKI Jakarta itu belum memaparkan secara konkret program kerja yang ingin dijalankan. Dia menilai Anies selama ini lebih banyak mengkritik kebijakan Pemerintah Jokowi.
Dia menganggap kritik itu wajar, sebab koalisi Anies mengusung tema perubahan. Namun, Bhima belum melihat solusi yang ditawarkan Anies untuk membenahi pemerataan pembangunan di era Jokowi.
“Kritik itu yang kurang adalah bagaimana solusinya, rekomendasinya apa dan program aksinya apa,” kata dia.