Kasus Korupsi Pertamax, Kejaksaan Agung Periksa Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Karen menyatakan hanya memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung. “Belum paham. Enggak tahu,” ujar Karen Agustiawan.

DIFANEWS.COM – Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023.
Karen yang berstatus terpidana korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas/LNG itu terpantau masuk ke Gedung Kartika Kejagung, Selasa (22/4) pukul 10.56 WIB.
Ia datang sendiri membawa risalah rapat direksi yang bakal disampaikan ke penyidik kejaksaan.
Karen mengaku tidak tahu-menahu ketika ditanya keterkaitan dirinya dalam kasus ini. Sebab, ia menjabat Direktur Utama Pertamina pada periode 2009-2014.
Ia menyatakan hanya memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung. “Belum paham. Enggak tahu,” ujar Karen Agustiawan.
Karen Agustiawan sebelumnya divonis 13 tahun penjara dan denda Rp 650 juta terkait kasus LNG yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Vonis itu dibacakan dalam putusan Kasasi pada Februari 2025.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung membeberkan kronologi kasus dugaan korupsi Pertamina pada Senin malam. Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023 itu melibatkan jajaran direksi anak usaha Pertamina dan pihak swasta dan diperkirakan merugikan negara hampir Rp 200 triliun.
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, di Gedung Kejagung Jakarta, Senin (21/4).
Kerugian itu terdiri atas beberapa komponen, di antaranya:
- Ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri senilai Rp 35 triliun;
- Pembelian minyak mentah dan produk kilang dengan harga mark-up melalui broker yang merugikan negara Rp 11,7 triliun;
- Selain itu, kebijakan impor ilegal ini juga berkontribusi terhadap meningkatnya biaya kompensasi dan subsidi BBM yang ditanggung APBN pada 2023, dengan nilai kerugian mencapai Rp 147 triliun.
Kasus korupsi ini menyeret tujuh orang tersangka dari jajaran direksi anak usaha Pertamina dan pihak swasta.
Para tersangka tersebut adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YK), dan Vice President Feedstock Management PT KPI Agus Purwono (AP).
Sementara tersangka broker minyak mentah meliputi beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede (GRJ).
Menurut Abdul Qohar, kasus ini terjadi pada periode 2018–2023, ketika ada ketentuan pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.***