JAKARTA, difanews.com — Al Khaleej Sugar Co., produsen terbesar gula di kawasan Timur Tengah dan lima besar dunia, berminat untuk berinvestasi di Indonesia. Komitmen ini disampaikan Managing Director Al Khaleej Sugar Co. sekaligus Chairman Jamal A-Ghurair Group, Jamal Al-Ghurair, saat bertemu Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Dubai, Selasa (2/11) waktu setempat.
Selain menghadiri perhelatan Expo Dubai 2020, kunjungan kerja Menperin Agus tersebut ke Persatuan Emirat Arab, sekaligus bertemu calon investor potensial. Salah satunya adalah Al Khaleej Sugar (AKS).
Saat itu, Menperin Agus didampingi Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Taufik Bawazier, Staf Khusus Menteri Achmad Sigit Dwiwahjono dan Konsul Jenderal RI di Dubai K. Candra Negara.
“AKS akan berinvestasi pabrik gula terintegrasi di Indonesia. Selain memproduksi gula, AKS rencananya memproduki bioetanol dan listrik dari biomassa,” ungkap Agus melalui keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu (7/11).
AKS bakal membenamkan investasi sebesar 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp28,68 triliun dalam pengembangan etanol di Indonesia.
“AKS akan mengembangkan fabrikasi etanol dari gula. Etanol tersebut pun diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif,” ujarnya.
Upaya ini sejalan dengan tren pengurangan emisi karbon, yang membuat sejumlah negara memutar otak mencari sumber energi yang lebih bersih.
Negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan Filipina sendiri telah mengembangkan etanol dalam jumlah besar sebagai alternatif bahan bakar fosil. Pemanfaatan etanol dalam energi baru dan terbarukan menjadi satu alternatif untuk pengurangan gas emisi karbon dari sektor transportasi.
Selain sebagai bahan bakar, lanjut Agus, etanol gula dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gula rafinasi. “Dalam konteks ini, impor gula bisa ditekan dan bahkan ke depan berpeluang berkurang sekitar 750.000 ton per tahun,” ungkapnya.
AKS sendiri memiliki pabrik gula di Dubai dengan kapasitas 6.000 ton per hari. Selain itu AKS juga berinvestasi di Mesir dan Spanyol. Penghasilan AKS per tahun diperkirakan sebesar 14 miliar dolar AS.
“Kebutuhan gula nasional sekitar 6,7 juta ton. Ada beberapa cara untuk mengurangi impor, di antaranya menyiapkan lahan tebu dan mendorong proses transformasi digital. Kehadiran AKS di Indonesia, Insya Allah dapat membantu memenuhi kebutuhan gula nasional,” imbuh Menperin.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika menyampaikan bahwa pihaknya akan memfasilitasi rencana investasi AKS. “Jika terwujud, investasi ini akan membantu pemenuhan kebutuhan gula nasional dan juga kebutuhan energi di Sulawesi dan kawasan Timur Indonesia,” sebut Putu.
Putu optimistis, investasi AKS di Indonesia akan dapat membantu pemenuhan gula dalam negeri, mendukung program substitusi impor, dan memproduksi energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.
“Karena besar investasinya, mau memproduksi sekitar 750.00 ton per tahun. Mereka sangat tertarik dan kita sedang membuat langkah-langkahnya supaya mereka bisa berinvestasi,” tuturnya.
Guna mendorong investasi raksasa gula UEA itu, lanjut Putu, Kemenperin mengundang pihak AKS ke Indonesia dan melihat potensi tersebut.
“Untuk menghasilkan gula sebanyak 750 ribu ton tersebut, dibutuhkan sekitar 100 ribu hektar lahan tebu,” ungkapnya.
Saat ini, lahan yang diproyeksikan untuk ditanami tebu itu ada di Sulawesi.
Sementara itu, Biomassa merupakan produk samping gula dengan jumlah mencapai 30% dari setiap produksi. Etanol ini terbuat dari produk samping proses gula yang bernama molasis dengan jumlah sebesar 4%,” jelasnya.
Putu menambahkan, etanol berperan meningkatkan oktan bahan bakar. Umumnya untuk kendaraan roda empat sudah bisa menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol 20%, sementara kendaraan roda dua 10%.
“Di dalam negeri sendiri, kebutuhan etanol masih sangat besar dan belum dipenuhi oleh produksi dalam negeri,” tandasnya.
Sejalan dengan rencana investasi AKS, pemerintah pun berkeinginan untuk menjadikan industri gula nasional dapat menerapkan teknologi Industri 4.0 dan lebih lebih ramah lingkungan.