BETAWI Kita akan menggelar diskusi seputar penetapan Pencak Silat Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia oleh UNESCO.
Diskusi diadakan di Selasar Graha Bhakti Budaya TIM, Cikini, Minggu (26/1) pukul 15.00 – 17.30 dengan para pembicara: Gres Grasia Azmin (dosen UNJ dan peneliti Beksi), Yusron Sjarif (Ketua Bidang Komunikasi Lembaga Kebudayaan Betawi) dan Iwan Henry Wardhana (Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta).
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan pencak silat sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia dari Indonesia.
Penetapan dilakukan dalam sidang Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, 9-14 Desember 2019.
Membanggakan karena ini merupakan hasil perjuangan panjang. Pencak silat yang memiliki akar tradisi kuat di Indonesia dan Malaysia berhasil mengokohkan sebagai sebuah tradisi yang memiliki akar pada dua aspek: bela diri dan mental-spiritual.
Pencak silat menjadi warisan kesepuluh dunia yang ditetapkan UNESCO setelah wayang, keris, batik, angklung, tari saman, noken, tiga genre tari tradisi Bali, kapal phinisi, dan pelatihan batik.
Pencak silat dianggap memiliki seluruh elemen yang membentuk warisan budaya tak benda. Pencak silat terdiri atas tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual dan festival, kerajinan tradisional, pengetahuan dan praktik sosial serta kearifan lokal.
Dalam buku Maen Pukulan Khas Betawi karya GJ Nawi, dituliskan tentang adanya 317 aliran pencak silat Betawi. Sebarannya luas, mulai dari Betawi Pesisir (Foreland), Betawi Tengah (Midland), Betawi Pinggir dan Udik (Hinterland). Beberapa di antaranya telah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Terbaru pada 2019, ada silat Mustika Kwitang, silat Pusaka Djakarta, silat Troktok dan silat Sabeni Tenabang. Menyusul yang sudah ditetapkan lebih dulu adalah silat Beksi, dan silat Cingkrik.
Sementara di berbagai provinsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetapkan antaranya Penca’ dari Jawa Barat, Silek Minang dari Sumatra Barat, Silek Tigo Bulan dari Riau, Pencak Silat Bandrong dari Banten sebagai WBTb.
Namun, gembira dan bangga saja tentu tak cukup. Perlu ada berbagai strategi dan basis agar pencak silat menjadi lebih maju dan dikenal. Apalagi pencak silat bukan saja sekadar olahraga bela diri, tapi telah menjadi jalan hidup bagi para pelakunya.
Roni Adi, Ketua Perkumpulan Betawi Kita, menegaskan banyak hal positif yang terdapat dalam pencak silat, di antaranya menghargai sesama dan menghormati orang yang lebih tua.
“Dalam beberapa gerakan pencak silat Betawi khususnya, terdapat gerakan yang digali dari ajaran agama Islam, seperti gerakan ketika orang berwudu dan gerakan salat. Para murid juga berdoa sebelum latihan rutin,” tambahnya.
“Pencak silat dipakai bukan untuk berbuat semena-mena, tapi pelajaran menahan diri dan menjaga harmonisasi dengan alam sekitar,” kata Roni yang juga ketua komunitas pegiat silat Betawi Sikumbang Tenabang.
Dengan status sebagai warisan budaya dunia tak benda, butuh upaya bersama sejumlah pihak, baik dari komunitas silat, pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai lembaga kebudayaan lainnya.
Dan karena itulah Betawi Kita menggelar diskusi dengan harapan ke depan terjadi sinergitas antara para praktisi silat, akademisi, dan pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan pelestarian dan pengembangan Pencak Silat Betawi pascapenetapan Pencak Silat Indonesia sebagai WBTb Dunia oleh UNESCO.