Setelah Dihantam Pandemi Covid-19, Pariwisata Bali Mulai Bergeliat
JAKARTA, DIFANEWS.com — Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Ida Bagus Purwa Sideman mengatakan, pariwisata Bali merana dihantam corona. Pelaku usaha pariwisata pun otomatis merasakan dampak luar biasa.
“Ibarat di arena tinju, ini pukulan telak. Tapi, kita harus bangun dan lanjutkan pertandingan,” ujar Ida Bagus dalam webinar beberapa waktu lalu.
Ia menyebut, kunjungan turis menurun drastis pada April dan terus merosot hingga hampir 100% dibanding tahun lalu. Tingkat hunian hotel pada Agustus 2020 juga tercatat hanya 3,68%, menurun jauh dari periode yang sama 2019 sebesar 67%.
“Pergerakan ekonomi yang mengandalkan pariwisata di Bali betul-betul terjun bebas. Hotel-hotel anggota kami, termasuk homestay dan pondok wisata, sungguh dalam kondisi kosong saat ini. Perekonomian mandek,” katanya.
Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, semua pemangku kepentingan pariwisata di Bali harus berjuang bersama untuk tetap bertahan. Tak hanya pengusaha pemilik hotel atau pengelola destinasi, para karyawan dan semua pihak yang terkait rantai pasok industri pariwisata juga harus putar otak dan banting setir menghadapi kondisi yang penuh ketidakpastian.
Seorang warga di Uluwatu, Bali yang juga pemilik Malini Agro Park Uluwatu, I Wayan Tana mengatakan, sejak masa pandemi Covid-19, mereka tidak lagi menanam banyak sayuran karena minim permintaan sehingga untuk bertahan hidup mereka menanam singkong untuk dikonsumsi sendiri.
“Selama pandemi ini kami tidak ada pemasukan, permintaan suplai sayur juga hampir tidak ada. Pegawai di sini sudah setengahnya lebih dikurangi dan kami menanam singkong untuk bertahan hidup dan dikonsumsi sendiri,” ujar I Wayan seperti dilansir dari Koran SINDO, Senin (26/10/2020).
Prawira, seorang pemandu wisata, mengaku sejak pandemi kunjungan turis menurun drastis sehingga berdampak juga pada pendapatannya sehingga dia pun harus putar otak agar dapur tetap ngebul.
Selain memandu turis ke destinasi wisata, pada kondisi normal Prawira juga kerap mengantar turis menonton pentas Tari Kecak. Namun, sejak pandemi, nyaris tak ada lagi pertunjukan tari kolosal tersebut.
Menurut Prawira, pertunjukan Tari Kecak biasanya melibatkan sekitar 60-100 orang penari. Sejak pandemi, potensi pemasukan dari pentas Tari Kecak yang dalam sebulan bisa menghasilkan hingga Rp6 miliar pun hilang.
“Tari Kecak biasa dihadiri 1.200-an tamu dengan harga tiket Rp100.000 per orang dan pertunjukan dua kali sehari. Itu bisa menghasilkan Rp240 juta sehari atau kisaran Rp6 miliar dalam sebulan. Pelaku seni di Bali yang menjadikan profesi penari freelance akhirnya tidak ada sumber pemasukan,” ungkapnya.
Lalu, yang berprofesi sebagai pedagang jagung bakar di Jimbaran, mengaku harus pulang kampung dan menjadi petani tembakau saat awal masa pandemi. Namun, saat ini seiring berangsur pulihnya wisata di Bali, akhirnya ia kembali ke Jimbaran.
“Saya sempat pulang kampung ke Lombok karena pandemi tempat wisata ditutup. Tapi, sekarang kembali jualan lagi meski lebih sering sepi. Malam ini kebetulan sedang agak banyak tamunya,” ungkap Lalu.