Miris, Manny Pacquiao Pernah Bertarung Demi Bayaran 2 Dolar AS Demi Perut yang Keroncongan karena Kelaparan
DIFANEWS.COM – Ada masa di mana Manny Pacquiao bertinju hanya demi bisa sesuap nasi.
Sebagai remaja di Filipina, Pacquiao naik ke atas ring bukanlah soal mencari kejayaan atau sabuk juara—ini adalah soal bertahan hidup. Menang dapat 2 dolar, kalah dapat 1 dolar. Apapun hasilnya, uang itu berarti ada makanan di atas meja.
Realitas pahit itu sulit dibayangkan hari ini, mengingat status Pacquiao sebagai salah satu petinju terhebat sepanjang sejarah. Namun, perjalanannya dari seorang tunawisma hingga menjadi megabintang global sama sekali tidak mudah.
Berbicara di World Sports Summit di Dubai, Pacquiao merefleksikan masa-masa awalnya dengan jujur dan rendah hati.
“Rasa lapar mengubah segalanya. Saat Anda kelaparan, makanan apa pun terasa nikmat. Pertandingan tinju bukanlah pilihan karier, melainkan kebutuhan—sebuah kesempatan untuk menghasilkan uang yang cukup untuk sekadar menyambung hidup,” bebernya.
Cinta Pertama
Pacquiao sebenarnya tidak pernah berencana menjadi petinju. Cinta pertamanya adalah bola basket. Tinju masuk ke hidupnya hampir karena ketidaksengajaan, saat sebuah acara lokal menawarkan hadiah uang.
Ia ikut serta hanya karena ada sesuatu yang bisa dimenangkan. Tapi, apa yang dimulai sebagai cara bertahan hidup, perlahan-lahan menyingkap jati dirinya sebagai sebuah panggilan jiwa.
“Hidup dulu sangat berat dan sulit. Saya bahkan pernah tidur di jalanan. Kadang makan, kadang tidak. Saya hanya minum air untuk bertahan hidup,” ujar pria berusia 47 tahun itu.
Melihat ke belakang, Pacquiao mengaku tidak pernah membayangkan ke mana perjalanan itu akan membawanya. Dari bertarung demi beberapa dolar, ia melesat menjadi juara dunia di delapan kelas berat yang berbeda—sebuah prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Transformasi ini bukan hanya soal disiplin dan kerja keras, tapi juga soal keyakinan—rahmat dan belas kasih Tuhan yang memberikan kekuatan melebihi kekuatan saya sendiri,” tambahnya.
Bahkan, langkahnya ke dunia tinju profesional pun tak terduga. Saat menandatangani kontrak pertamanya, ia mengira itu adalah kontrak untuk basket. Ternyata, itu adalah kontrak untuk tinju. Garis takdir itulah yang mengubah hidupnya selamanya.

Angka Kriminalitas Nol
Di puncak kariernya, pengaruh Pacquiao meluas jauh melampaui ring tinju. Ia pernah berbagi cerita bahwa saat pertarungan besarnya berlangsung, angka kriminalitas di Filipina turun hingga nol persen. Seluruh negeri berhenti beraktivitas, bersatu di depan televisi, dan bersorak bersama.
“Saya sangat bahagia karena ada masa di negara kami di mana kriminalitas nol saat saya bertarung. Semua orang menikmatinya bersama. Saya berharap bisa terus bertarung seperti itu agar tidak ada lagi kejahatan. Itu gairah saya, hidup di negara yang damai,” katanya.
Keinginan yang sama untuk melayani orang lain akhirnya menariknya ke dunia politik. Motivasinya, jelasnya, datang dari kemarahan atas kemiskinan yang ia saksikan dan para politisi yang ia anggap telah gagal membela rakyat.
Terjun ke pelayanan publik adalah caranya mencoba membuat perubahan—dengan membangun rumah, menciptakan komunitas, dan membantu mereka yang paling kurang beruntung.
Pacquiao melihat pekerjaan itu sebagai warisan sejatinya. Jauh setelah sorak-sorai penonton memudar dan sabuk juara terlupakan, ia berharap upaya-upayanya itu akan terus bertahan untuk generasi-generasi mendatang.***



