Taufik Jursal Effendi Prihatin dengan Kekerasan dan Perundungan Remaja, Sepakbola Jadi Salah Satu Solusi
JAKARTA, difanews.com – Aksi kekerasan di kalangan pelajar dan remaja cenderung meningkat akhir-akhir ini.
Sebelumnya diberitakan, seorang pelajar bernama Arya Saputra (16) meninggal dunia usai dibacok di sekitaran Simpang Pomad, Kota Bogor pada 10 Maret 2023. Korban disabet dengan golok panjang ketika hendak menyeberang jalan oleh pelaku yang menaiki motor.
Terbaru, kasus perundungan yang terjadi di sebuah sekolah SMP di kawasan Cilacap. Di luar itu, begitu banyak kasus perundungan lain yang melibatkan anak-anak dan remaja yang tidak dilaporkan ke pihak aparat keamanan atau kepolisian.
Belum lagi kasus tawuran antarsekolah yang tak pernah reda.
“Saya benar-benar prihatin dengan kasus-kasus ini,” ujar Taufik Jursal Effendi yang menghabiskan waktunya lebih dari 20 tahun membina pesepakbola muda. “Soalnya, kasus-kasus perundungan sekarang sudah berpotensi menghilangkan nyawa dan luka permananen.”
Ia lalu berkisah soal masa remajanya.
“Zaman saya dulu sekolah juga ada perkelahian antarsiswa, atau tawuran antar sekolah. Tapi tidak seperti sekarang, tawuran bawa pedang, parang dan clurit.”
“Perkelahian zaman dulu dalam taraf wajar, setelah lawan jatuh, ya sudah. Sekarang kita lihat, lawannya sudah tak berdaya, masih terus dihajar, diinjak, ditendang. Ini kan mengancam nyawa dan cedera serius,” tambah Taufik, Bacaleg DPRD Kab Tangerang Dapil 6 dari Partai Gelora.
Nah, menurut Taufik, untuk menemukan solusi yang sistemik, semua aspek perubahan perilaku siswa atau pelajar harus ditinjau secara komprehensif. Aspek lingkungan, mulai dari rumah dan tempat main (komunitas) anak. Aspek dan jenis informasi yang diakses anak melalui media sosial. Aspek lingkungan di sekolah, kepekaan para guru, terutama guru BP. Regulasi sekolah terkait rewards dan punishment yang tepat.
Dan kasus-kasus yang ada, semua bermuara kepada menurunnya etika, moral dan budi pekerti anak didik kita.
“Ini yang berbahaya bagi masa depan bangsa. “Kalau budi pekerti sudah menurun, dan moral generasi rusak, akan mudah terjerumus ke kerusakan lainnya, terutama narkoba, kriminalitas dan penyakit sosial lainnya. Ini pada jangka panjang akan menjadi beban dan ancaman bagi negara.”
Indonesia, kata Taufik, akan menghadapi ledakan populasi jumlah penduduk usia muda (produktif) mulai 2030 mendatang, hingga puncaknya di tahun 2045, dengan komposisi hampir 70 persen penduduk Indonesia adalah mereka yang berada di level usia produktif.
“Ini kan kacau kalau dibiarkan. Usia produktif, tetapi dengan kualitas yang rendah, dan tidak mampu berkompetisi, karena tidak sehat secara fisik, mental dan spiritual, akibat kerusakan moral dan gaya hidup yang sejak di bangku sekolah. Di sisi lain, tenaga kerja asing akan semakin mudah masuk ke Indonesia. Ini harus serius dipikirkan pemerintah.”
Sepakbola, pembinaan pemain usia muda, menurut Taufik, menjadi salah satu solusi untuk mengurangi berbagai bentuk kenakalan remaja dan anak-anak usia sekolah. “Ini harus makin digalakkan pemerintah melalui semua jalur pembinaan yang ada,” katanya.
“Ini tidak bisa dilakukan 1-2 orang, harus digerakkan secara massif agar hasilnya juga maksimal,” tegas Taufik.***