Hampir Setengah Juta Anak-anak Tewas per Hari Akibat Perang
Save the Children mendesak pemerintah Inggris untuk ikut membantu menyelamatkan anak-anak.
JAKARTA, DIFANEWS.com — Lebih dari setengah juta anak-anak meninggal Dunia akibat tidak langsung dan tidak langsung dari perang dalam lima tahun terakhir, demikian Save the Children melaporkan.
Menurut riset Save the Children, setiap hari sekitar 300 anak-anak tewas dengan rataan per tahunnya mencapai 100 ribu kematian.
Angka itu belum termasuk bayi atau anak-anak yang tewas dalam kontak senjata secara langsung.
Sepanjang 2013 hingga 2017, menurut penelitian badan amal itu, sedikitnya 550 ribu anak di bawah usia satu tahun meninggal Dunia sebagai efek dari konflik bersenjata paling parah di 10 zona.
Angka itu meningkat menjadi 870 ribu jika dihitung dengan mereka yang meninggal Dunia di bawah usia lima tahun (Balita).
Penyebabnya beragam. Ada yang karena kelaparan, wabah penyakit, kerusakan rumah sakit, atau keterlambatan pengiriman bantuan.
Sky News memberi contoh kasus seorang bocah asal Yaman bernama Adam. Di usia 10 tahun, bobot Adam hanya 10kg karena gizi buruk dan ia meninggal Dunia sebelum berita mengenai dirinya dipublikasikan.
Save the Children juga menyoroti kasus seorang bocah berusia 12 tahun, Saleh (bukan nama sebenarnya). Bocah ini tengah tertidur ketika bom menghantam rumahnya.
“Saya terkubur dan berteriak-teriak sambil melepaskan diri dari api yang membakar tubuh saya,” cerita Saleh. “Saya tertidur dan terbangun dalam keadaan terbakar. Ibu saya mulai berteriak-teriak dan menghampiri saya ketika tubuh saya sedang terbakar.”
Saleh memang selamat, namun serangkaian operasi harus dilakukan dan ia tak bisa berjalan selama setahun lebih.
Kasus-kasus itu mendorong Save the Children menyerukan kepada pemerintah Inggris untuk melakukan sejumlah perubahan, termasuk memberlakukan rekomendasi permintaan Chilcot untuk melacak kerugian warga sipil dan secara komprehensif mencatat korban sipil dalam konflik yang melibatkan Inggris.
Save the Children juga mendesak pemerintah Inggris untuk menentang pelanggaran terhadap anak-anak dalam konflik , termasuk ketika tindakan tersebut dilakukan oleh pihak lawan.
“Inggris harus menggunakan pengaruh globalnya untuk melindungi anak-anak yang tinggal di zona perang … Beberapa diperlakukan sebagai kerusakan tak disengaja (collateral damage) dalam pemboman kota. Yang lain sengaja ditargetkan untuk dibunuh, atau diculik dan direkrut oleh kelompok-kelompok bersenjata. Jutaan orang kelaparan karena bantuan kemanusiaan terhambat,” ujar Kevin Watkins, CEO Save the Children Inggris.
“Inggris harus mengirim pesan yang jelas kepada dunia: perang terhadap anak-anak harus berakhir, dan mereka yang melakukan kejahatan terhadap anak-anak akan dimintai pertanggungjawaban,” tambah Watkins.
Sepuluh zona konflik paling rawan yang dimaksud Save the Children adalah: Afghanistan, Yaman, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, Kongo, Suriah, Iraq, Mali, Nigeria, dan Somalia.