Fashion

Hijabers Kutim Gelar Peringatan Hari Hijab Sedunia

Peringatan perdana Hari Hijab Sedunia dimulai 1 Februari 2013. Adalah warga New York, Nazma Khan yang mendorong adanya peringatan itu.

JAKARTA, DIFANEWS.com — Hari Jilbab Sedunia turut diperingati segenap ‘hijaber’ di Gedung Serba Guna, Bukit Pelangi, Sangatta, Kutai Timur (Kutim), Senin (25/3). Mengambil Tema ‘Hijab Tanpa Nanti, Taat Tanpa Tapi’ ini diprakarsai Hijabers Kutim Community (HKC) dan menghadirkan Ustadzah Oki Setiana Dewi.

“Tujuan acara diadakan adalah untuk menginspirasi muslimah di Kutim dan menambah wawasan tentang bagaimana pengunaan hijab yang benar sekaligus turut berkontribusi dalam hal positif dan pembangunan di Kutim,” jelas Tirah Satriani, penasihat HKC dan Ketua GOW (Gabungan Organisasi Wanita) Kutim.

Ketua HKC Munirah mengatakan kehadiran Oki sudah sangat dinanti seluruh lapisan masyarakat Kutim. Tidak hanya kalangan komunitasnya, tapi juga kaum ibu dan para pelajar putri di Sangatta serta daerah sekitar.

“Kehadiran Oki, bisa mengajak semakin banyak lagi kaum muslimah mengenakan hijab. Tanpa nanti dan tanpa kata tapi. Karena menutup aurat adalah kewajiban bagi para muslimah,” ungkap Munirah, dikutip dari infosatu.co.

Peringatan perdana Hari Hijab Sedunia dimulai 1 Februari 2013. Adalah warga New York, Nazma Khan yang mendorong adanya peringatan itu. Ide awalnya sederhana, yakni mengajak perempuan non-muslim untuk mengenakan hijab. Dari ide sederhana itu, gerakan tersebut mulai mendapat simpati dan apresiasi.

Dari latar belakang kelahirannya, Hari Hijab Sedunia datang dari Amerika, negara yang memiliki sedikit populasi Muslim. Di negara itu, ada pandangan yang menyebut jilbab merupakan perampasan hak kalangan perempuan. Tak heran, jilbab menjadi sasaran empuk pihak-pihak yang tidak paham ajaran Islam.

Hasilnya, Muslimah pun menjadi korban serangan Islamofobia. Mulai dari pelecehan, makian rasis, dan lainnya. Muslimah AS tentu sadar dengan posisi itu, dan memiliki kewajiban meluruskan apa yang salah tentang jilbab.

Nazma, yang punya pengalaman itu, tahu bagaimana agar sebagian warga AS paham soal jilbab. “Besar dan tumbuh di Bronx, New York, saya alami banyak diskriminasi karena jilbab yang saya kenakan,” katanya, dilansir worldhijabday.

Nazma tidak menyangka, idenya itu akan mendapatkan dukungan dari seluruh dunia. Ia mengaku telah dihubungi oleh puluhan orang dari berbagai negara, termasuk Inggris, Australia, India, Pakistan, Prancis dan Jerman. Informasi mengenai kelompok ini telah diterjemahkan kedalam 22 bahasa.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button