ada kalanya aku memergoki senyummu pada balik bulir-bulir padi, menggantung dan bergoyang dalam canda embus angin dari bukit-bukit itu.
ada kalanya aku mengintai betismu yang indah sembari pura-pura mengamati kepak bangau dalam gerumun awan yang memantulkan sisa-sisa sinar mentari dari balik gunung itu.
saat menyentuh untai bulir-bulir pada itu, kubayangkan rambutmu yang pasti tergerai indah di balik jilbab hitam yang membuatku iri padanya –kenapa aku tak menjadi jilbab saja agar setiap saat dapat kubaui kehangatan rambutmu.
bagiku, pucuk-pucuk dedaunan padi yang indah itu adalah jari-jemari lentikmu yang selalu kaurawat dengan basuhan air-air suci –jemari-jemari yang senantiasa berkelindan bersama hayal sukmaku.
dan
malam nanti, dalam rebah tidurku, kupastikan aku menunggu kehadiranmu, menemani gerai sepiku untuk kupeluk mungkin hingga remuk tulangmu dan kau takkan bisa berlarian di antara built-bulir padi.
fatamorgana kekasihku.
Jakarta, November 2020