Puisi-puisi Fian Jampong
Aku akan Mengingatmu
Aku akan mengingatmu
Seperti kedua tanganmu
Mengangkatku lebih tinggi
Saat aku masih belia tentang hidup.
Aku akan mengingatmu
Seperti bau rempah-rempah yang
Menempel pada jari-jari tanganmu
Seusai kau kembali dari dapur idamanmu
Tuk menyiapkan santapan bagiku.
Aku akan mengingatmu
Seperti keringat darah yang
Menetes dari pori-pori tubuhmu,
Kau mengajarkanku bahwa hidup tak semudah burung pipit
Yang menuai dari apa yang tidak mereka tabur.
Aku akan mengingatmu
Dengan mimpi-mimpi yang telah kau tanam di kepalaku,
Dan bila tiba waktunya, akau akan
Menjamu dan memujamu di setiap detik yang
Bergulir menjadi kepingan-kepingan kisah tentangmu,
Ibu.
Maumere, 07/03/2019.
Yang Tersisa dari Kenangan
Yang
tersisa dari kenangan:
bulir-bulir rindu yang telah menumpuk berbukit-bukit
dan berakhir di pelabuhan matamu
yang berkaca-kaca.
Yang tersisa dari
kenangan:
keping-keping kisah yang
telah kau rajut dalam kasih
dan kini hanya ada dalam ingat dan lupa.
Yang tersisa dari
kenangan:
perihal lupa yang selalu kau benci
dan tentang ingat yang selalu kau tangisi.
Kenangan,
seperti butir-butir hujan yang jatuh ke tangan,
sulit tuk ditangkap,
menetes, mengalir, lalu pergi bersama kisah yang kau sesali.
Wisma Rafael, Januari 2019.
Menunggumu dalam Sunyi
Masih di sini, di musim
yang belum berganti
Aku menunggumu dalam sepi tak berujung
Hingga tak aku sadari
Kau sesungguhnya telah pergi
Bersama mimpi yang tak kau tepati.
Masih di sini, di waktu
yang tak terulang lagi
Aku menunggumu bersama derai hari yang diterpa angin
Mengenang kenangan tertulis di tangan
Merapal setiap janji yang kau ingkari.
Masih di sini, aku
berharap
Pada setiap jejak yang pelan-pelan menghilang
Dihapus badai dan derai hari
Hingga lupa aku tentang sepi yang menghantui.
Masih di sini
Aku menunggumu
Dalam sunyi
Yang tak kunjung usai.
Kamar 04, 2018.
Sebelum Aku Mati
Sebelum mati
Aku ingin menyeruput secangkir kopi
Yang kau seduh dengan kasih
Bercampur kenangan.
Sebelum mati
aku ingin lelap di pangkuanmu
menikmati lelahnya hari
yang dihiasi aneka histori.
Sebelum mati
Kusematkan sepucuk surat terakhir
Di bawah bantal yang penuh
Ragam kisah tentang kita.
Saat aku telah mati
Aku ingin kau membaca semua kenangan kita
Yang sempat kutulis pada secarik kertas
Sewaktu sebelum aku mati.
Kamar 04, Februari 2019.
Ibadah Kopi
Pagi
ialah secangkir kopi
Yang kau seduh dengan bibirmu
Penuh kenangan manis
Yang tak lekas habis.
Segera kulumat bibir
cangkir
Yang tak kalah kenyal dengan bibirmu
Agar kenangan meresap dalam bibirku
Yang telah menjalar dari bibirmu,
Dalam secangkir kopi.
Wisma Rafael, Februari 2019.
Kolekte Perjamuan
Maaf
Tuhan,
Saya tak punya apa-apa selain
Sesal dan tobat untuk kolekte
Di perjamuan esok.
Di musim yang tak menentu ini,
Tak ada yang dihasilkan
selain dosa yang kian menumpuk
dan doa yang tak pernah lagi terucap dari bibirku.
Wisma Rafael, Februari 2019.
Data Diri Penulis:
Fian Jampong; kelahiran Manggarai Barat, 24 Februari 1993. Suka menulis puisi, sajak, cerita mini, cerpen dan lain sebagainya. Beberapa karyanya pernah dimuat di media koran lokal dan juga media online. Buku antologi puisi bersama; Berdialog Dengan Angin (Sastrawiji Publisher, 2018), Selimut Sepi (Mandala Penerbit, 2018), Love Your Self (Jejak Publisher, 2018), Gloomy Cloud (Rosiebook Publisher, 2018), Jejak Leo (Penerbit Intishar, 2018), dan Sajak Cinta Buat Mama (Penerbit Graha Litera, 2018). Sekarang sedang menekuni studi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero-Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur. FB: Alfiano Fj.